Kamis, 30 September 2010

Enjoy Aja

Catatan ini saya tulis karena pertanyaan dari salah satu Penulis favorit saya, dan usulan dari salah satu kakak saya. mangga dibaca.. :)



***



Pertanyaan pertama: bagaimana bisa Baba dan Ummi memperbolehkan saya membaca komik?



Jawabnya: Tentu saja bisa.



Kenapa tidak? yang terpenting kami –saya dan saudara- bisa mengatur waktu untuk belajar dan hafalan. Jadi nggak masalah kalau kami baca komik



Lalu jika melihat kegiatan kami yang seabrek, pastinya kami juga butuh yang namanya hiburan. karena itu, komik-komik itu bisa dikatakan untuk refreshing… kasihan kami kalau setiap hari hanya berkutat dengan huruf-huruf arab gundul. nanti bisa ikutan gundul juga kepala ini, hehe..



Maka dari itu, ketika saya keluar dan meminta izin pada Baba untuk mampir ke toko buku atau sekedar swalayan guna melengkapi komik yang belum punya, Baba mengangguk dan memberi uang tersendiri. tapi Baba tidak meninggalkan pesan: harus bisa mengatur waktu…



Kemudian, kami mempunyai Baba dan Ummi yang selalu memantau kami. Jika sehari penuh kami hanya membaca komik, Baba dan Ummi akan menegur –hanya menegur dan tidak memarahi- agar kami segera meninggalkannya. atau sekedar bertanya: sudah mengaji? bila sudah, Baba dan Ummi akan membiarkan kami. tapi bila belum, baru Baba dan Ummi menyuruh kami meninggalkan komik-komik tersebut.



Pertanyaan Kedua: yang membaca hanya saya atau juga anak pondok?



Jawabannya: kami berdua.



Tapi ada perbedaan.



Jika kami –saya dan saudara- bebas membaca setiap hari, maka para santri –putri- hanya boleh membacanya ketika liburan tiba.



Kalaupun hari-hari biasa, tentu saja mereka tidak boleh membaca komik. hanya boleh membaca novel-novel atau majalah islam



Pertanyaan sang Penulis berlanjut: apakah komiknya diseleksi?



Jawabnya: tidak.



Baba dan Ummi membebaskan kami membeli komik apa saja yang kami mau. dengan syarat bukan komik-komik yang berbau porno dan sebagainya.



Akhir catatan: meskipun hanya sebuah komik, tapi mungkin saja ada “sesuatu” yang terselip disana dan membuat kami mengerti. Dan semoga komik-komik itu bisa mengantarkan kami menjadi anak yang pintar mengatur waktu.. amin.



Wabillahittaufiq

Bau Mulut :D

Cerita ini udah agak lama juga. yah.. sekitar usai 14 tahunan gitu. hehehe…



Seperti biasanya, setiap ba’da shubuh, kami –saya dan teman-teman pondok putri- ta’lim ammah bersama Baba. kitab ba’da shubuh ini macam-macam, setelah Syifaussaqim –yang ditakhrij sama sang Kakak- khatam, sekarang ganti kitab RiyadhusSholihin. tapi sekarang udah khatam juga, hehehe…



Ah, kembali ke topik semula.



Jadi ketika itu bab apa saya lupa, hehe. pokoknya disitu membahas tentang orang puasa.



Saya pikir setiap orang tahu hadits yang menerangkan bahwa bau mulut seseorang yang berpuasa itu lebih wangi daripada minyak misik menurut Alloh.



Begitu juga saya, sebelum mengaji kala itu saya sudah sering dengar dan baca hadits tersebut. (riwayat siapa dan gimana hukum haditsnya saya lupa, yang saya bicarakan disini adalah haditsnya, bukan periwayat dan hukumnya. jadi jangan Tanya siapa periwayatnya dan gimana hukumnya yah, cari aja sendiri. hehehe –pelit amat :D)



Dan parahnya, sebelum pengajian itu saya hanya melihat dhohir –tampak luarnya- hadits itu saja. yaitu bau mulut seseorang yang berpuasa lebih wangi daripada minyak misik menurut Alloh. saya mengartikannya dan memahaminya juga gitu, apa adanya lah. tanpa melihat pada arti sesungguhnya. ma’lum, masih 14 tahun. hehehehe.. tapi saya agak sedih juga, karena dari hadits itu Imam Syafi’I memakruhkan gosok gigi saat puasa. padahal kalo puasa gitu nggak gosok gigi rasanya nggak enak banget, menurut saya.



Namun..! saya jadi terkaget-kaget sekaget-kagetnya –alah- saat Baba selesai mengartikannya dan menerangkan:



“maksudnya bukan bau mulutnya itu lebih wangi daripada minyak misik, bukan. tapi pahala yang didapat oleh orang yang berpuasa, itu lebih banyak daripada pahala orang yang memakai minyak misik. bukankah memamakai minyak wangi adalah sunnah , dan itu bisa menggembirakan orang disekitarnya, misal ketika sholat jum’ah dan seorang istri. nah, pahala melakukan kesunnahan dan menggembirakan orang itu lebih sedikit daripada pahala yang diberikan pada orang yang berpuasa. karena apa? karena orang yang berpuasa, seperti dalam hadits, rela tidak makan tidak minum dan menahan hawa nafsunya demi Allah, demi beribadah kepadaNya, sehingga mulutnya menjadi bau. karena itu, pahala seorang yang berpuasa itu lebih banyak dan wangi daripada pahala orang yang memakai minyak misik.”



Saya tersentak. hah? jadi begitu? dan ketika saya terbengong-bengong dalam kebingungan, Baba meneruskan keterangannya:



“karena itu, menurut Imam Syafi’I, menggosok gigi ketika puasa adalah makruh. namun Imam-Imam yang lain menghukuminya Jawaz, boleh. karena menurut Imam-Imam itu kalau berpuasa pahalanya lebih besar daripada memakai minyak wangi, maka dengan mulut yang tidak berbau, pahala itu akan berlipat ganda insyaAllah. Bukankah bau mulut yang tak sedap akan mengganggu orang? namun kita tetap harus ingat, bahwa setiap Imam mempunyai Ijtihadnya masing-masing. kita hanya taqlid, mengikut, dan kita tidak berhaq untuk mengecamnya. karena perselisihan antara Ulama’ Mujtahid adalah rohmat bagi kita.”



Selesai. yah, saat itu juga apa yang dipikiran saya terselesaikan oleh keterangan dari Baba. ilmu saya yang terbatas menjadi bertambah dari keterangan tersebut.



Dan saya tersadarkan oleh cerita saya ini, bahwa kita itu butuh guru untuk memahami sebuah hadits. jangankan sebuah, sekata saja kita membutuhkannya kok. karena hadits tidak bisa diartikan dari dhohirnya saja, tidak bisa difahami dari dhohirnya saja, bahkan kita harus tahu apa maksud dari hadits tersebut dengan benar. karena salah mengartikan hadits bahayanya sangat besar. maka dari itu kita membutuhkan guru untuk memahaminya



Dan dari cerita saya ini, saya jadi memilih menggosok gigi ketika puasa. yaaah.. nggak salah kan kalau saya tidak mengikut Imam Syafi’I dalam hal ini saja? daripada kalau nanti saya nggak gosok gigi orang-orang disekitar saya malah terganggu dengan bau mulut saya. hehehehehe…



Nah, Bagaimana dengan teman-teman? Mengikuti Imam Syafi’I atau Imam lainnya? itu terserah antum, bukan terserah saya. hehehehe…

Selamat berlomba-lomba mendapatkan ridha Allah! Semangat ^^;

Rabu, 29 September 2010

Bagian Ketujuh :)

Mencetak generasi pengamal “man kana yu'minu billah wal yaumil akhir, fal yaqul khairan aw liyashmut.”





memang benar, asshomtu hukmun. Diam adalah bijaksana. Sebijaksana Baba dan Ummi dalam mendidik saya. “kalau ada yang mengomeli kamu, kamu diam saja. Tak usah menjawab apalagi membantah.” itu adalah pesan Ummi sambil menyisir rambut kepala saya ketika saya akan berangkat ke diniyah. Ketika itu usia saya sekitar 8 tahunan. Lalu saya menyimpan pesan itu dengan rapi dihati dan otak saya. Kemudian, saya akan mengiyakannya jika seorang teman mengomeli saya. Lalu apa yang terjadi? Teman saya itu ikut diam karena saya hanya menanggapinya dengan diam. Dan saya jadi sadar, kalau diam memang bijaksana, karena daripada jika saya melayani omelan itu, yang ada saya tidak akan berucap baik. Dan saya sangat bersyukur telah memperoleh pesan berharga itu. Karena pesan itu adalah penunjuk jalan saya. Jika teringat pesan Ummi ini, saya teringat pada syiir:




اذا نطق السفيه فﻻ تجبه * وخير من اجابته السكوت

سكت عن السفيه فظن اني * عييت عن الجواب وما عييت







"jika seseorang yang bodoh berkata maka jangan kau jawab * dan yang terbaik dalam menjawabnya adalah diam"



"aku diam tanpa menjawab orang bodoh itu dan ia menduga * bahwa aku adalah orang yang tak sanggup menjawabnya, namun aku tidaklah lemah"



Membiarkan berjalan sendiri, tapi tak pernah lepaskan pengawasan


Baba dan Ummi selalu membiarkan saya melakukan apa yang saya mau. Tapi Baba dan Ummi tak pernah melepaskan saya dari pengawasan beliau. Jika apa yang saya lakukan itu benar, Baba dan Ummi akan diam. Tapi jika apa yang saya lakukan adalah salah, maka Baba dan Ummi akan menegur dan memberi tahu mana yang sebaiknya saya lakukan daripada saya melakukan hal itu.


***

saya memang hobi sekali membaca. Entah itu komik, novel atau esai. Saya sangat senang. Apalagi Baba dan Ummi yang selalu mendorong saya untuk terus senang membaca. Begitu juga dengan buku-buku bacaan yang saya punya


suatu pagi dihari libur, saya membaca komik sampai siang. Saya masih melanjutkan membaca. Namun tiba-tiba Baba menghampiri saya ke kamar. Saya menyapa senyum pada Baba. Lalu dengan tenangnya Baba memberi tahu saya: “dari pagi Baba lihat kamu baca komik terus. Coba kamu mengaji kan lebih baik. Belajar. Liburan bukan berarti untuk dibuat bermalas-malasan.”

Membakar Surga dan Memadam Neraka

Suatu hari, Sayyidatina Robi'ah Al-Adawiyah membawa obor dan air. Seseorang bertanya untuk apa gerangan? Sang Waliyah pun menjawab: Aku akan membakar surga dan memadamkan neraka agar orang-orang beribadah hanya Karena-Nya, bukan karena surga dan neraka..



**

Semoga ibadah kita hanya karena Allah semata, bukan karena surga maupun neraka. Wabillahittaufiq :)

Bagian Keenam :)

Tidak pernah meremehkan dan menuntut, tapi memberi semangat.



Kadang kala, Baba dan Ummi membangga-banggakan kakak dan adik-adik saya didepan saya. Dan merendahkan saya. Tapi itu bukan meremehkan, bahkan memotivasi saya untuk menjadi yang terbaik. Tapi meskipun begitu, baik Baba dan Ummi tidak pernah menuntut saya untuk jadi seperti kakak dan adik-adik saya. Bahkan Baba dan Ummi selalu membuat saya mengerti, kalau karakter seseorang itu tak semuanya sama. Dan orang berbeda, tak bisa dipaksa untuk menjadi orang lain. Kamu adalah kamu, mereka adalah mereka. Tapi hal baik dari mereka, patut dan layak untuk kamu contoh. Begitulah.





***

Baba duduk diruang tamu sambil tangannya tak henti memutar tasbih. Lalu Baba memanggil saya. Baba tersenyum seraya berkata: “kemarin Baba duduk disini dan ada Isro' lewat. Lalu adikmu itu bertanya pada Baba, Ba, mau diambilkan minum ta? Tapi kamu? Suf.. kamu sama sekali tidak memperhatikan Baba.” tawa Baba tergelak. Sedangkan saya hanya tersenyum malu.



Saya ceritakan hal itu pada Ummi. Saya tuturkan, kalau saya benar-benar tak punya pikiran seperti apa yang dipikiran adik saya. Lalu Ummi tersenyum, “itu karena kamu orangnya cuek, tidak peduli pada orang lain. Dan itu artinya Baba menunjukkan meskipun kamu orang yang tidak peduli, tapi kamu tetap harus tau bahwa Baba adalah orang tuamu dan kamu harus memperhatikan Baba..”



Tidak pernah menyuruh shalat, tapi mengajak.



Saya ingat sekali, ketika saya berusia 7 tahun, baik Baba dan Ummi tidak pernah menyuruh saya untuk melaksanakan shalat. Tapi dengan perhatiannya, Baba dan Ummi selalu mengajak saya melaksanakan kewajiban tersebut. Saya ikut-ikut saja karena saya diajak. Dan jika Ummi lupa mengajak saya shalat -karena saya masih keasyikan bermain- saya pasti akan menangis. Menangis sejadi-jadinya karena waktu itu yang ada dipikiran saya adalah saya ditinggal dan tidak diajak lagi. Jika sudah seperti itu, Baba dengan halus membujuk saya agar diam dan langkah selanjutnya, Baba adalah orang tua yang menjemput saya yang merasa ditinggalkan.



Dari sini saya memahami, mengapa Baba dan Ummi tidak menyuruh shalat dan hanya mengajak, karena jika menyuruh, anak bisa jenuh dan bahkan malas melakukannya. Tapi jika diajak, anak akan merasa diperhatikan dan sangat disayangi. Sebagaimana saya. Dan dari sini pula saya tahu, alasan Baba dan Ummi mengajak adalah agar dengan sendirinya saya mencintai shalat dan tidak merasa dipaksa untuk melakukan suatu kewajiban. Alhasil? Baik saya, adik-adik saya dan kakak-kakak saya, akan merasa resah jika tak segera diajak menunaikan kewajiban berharga itu. Lalu yang kami lakukan saat itu adalah “Baba, Ummi.. ayo shalat..” sambil merengek-rengek.

Bagian Kelima :)

Bagian ini sebenarnya mau saya tiadakan. tapi karena ada yang minta nerusin maka saya terusin saja.. hehe



Tapi saya bingung mau saya tulis apa. akhirnya saya putuskan untuk berbagi apa yang saya rasakan dari didikan Baba dan Ummi kepada saya.hanya yang saya rasakan, belum yang belum saya rasakan..



Baiklah, terimakasaih untuk teman-teman semua.. :* :)

-ooo-

Tidak pernah melarang, tapi menegur.

Baba dan Ummi -sekalipun- tidak pernah bekata “jangan, kamu tidak boleh melakukan ini,” kepada saya. Tapi Baba dan Ummi hanya mengawasi setiap gerak-gerik saya. Jika gerak-gerik itu sebuah kesalahan, maka Baba dan Ummi akan mengingatkan dan menegur saya dengan lembut, namun tegas.



***



suatu hari dihari-hari ketika usia saya 14 tahun.

Entah mengapa, kebandelan saya muncul. Saya yang biasanya ba'da maghrib takror alqur'an, hari itu tidak. Bahkan saya bermain-main hp. Tiba-tiba Ummi berkata pada saya: “jam segini bermain hp nak?” saya hanya tersenyum dan tak memahami maksudnya. Lalu tak lama kemudian, saya dipanggil Baba. Tatapan Baba terlihat tidak suka. Baba berkata : “biasanya jam segini kamu mengaji, kenapa sekarang malah bermain hp?”



seketika itu juga saya terdiam. Terdiam dalam kebodohan saya. Benar, memang kenapa saya harus bermain hp pada waktu ini? Bahkan saya tak peduli pada kata-kata Ummi yang artinya adalah sama dengan teguran Baba.



Saya tidak merasa kesal karena teguran itu, tapi saya sangat senang karena itu adalah teguran kasih sayang, bukan teguran kemarahan.

Selasa, 07 September 2010

Bagian Keempat :)

Anggapan yang kedua adalah saya tertekan dan tersiksa dengan pertanyaan: kok bisa kamu bertahan dirumah tanpa boleh keluar rumah sama sekali dan tanpa berteman dengan laki-laki?



Hehehe.. lucu sekali. saya tidak tertekan apalagi tersiksa. saya keluar dan berteman dengan laki-laki, kok.



Memang, saya hanya keluar jika ada keperluan penting. saya keluar jika saya butuh periksa ke dokter, saya keluar jika ada acara keluarga. tapi bukan berarti saya tersiksa dan tertekan kan? itu adalah aturan sejak lama, sejak kecil. dan aturan itu bukan untuk membuat saya menjadi seorang yang kuper atau apa, bahkan aturan itu ada untuk kebaikan saya sendiri.



Ya, daripada saya keluar keluyuran tidak ada perlu lebih baik saya dirumah saja kan? saya bisa melakukan apa yang saya mau dirumah. ada buku bacaan, ada buku gambar, ada buku tulis…



Saya tahu, memang kehidupan saya dan teman-teman saya beda. sangat beda. jadi wajar sekali kalau mereka menganggap saya akan tertekan dan tersiksa. saya mengerti bila mereka tidak bisa mengerti dengan keadaan saya bahkan kerap tidak terima kenapa saya diatur seperti itu dan saya mau-mau saja. karena memang sekali lagi hidup saya dan mereka berbeda, jauh beda. jangankan mereka yang tidak hidup dilingkup pesantren, orang-orang dalam pesantren sendiri saja banyak yang berpikiran seperti itu



Sekarang gini, saya adalah seorang anak. saya hanyalah seorang anak, dan tugas seorang anak hanya satu, yaitu menurut pada orang tuanya serta bergaul dengan baik kepada beliau berdua.



Bahkan dalam alqur’an, bila seorang anak islam mempunyai orang tua yang non islam, sang anak harus tetap berbakti kepada orang tuanya dan tetap menurut pada perintahnya selama itu bukan untuk ma’shiyat atau menyekutukan Allah. (QS. Al-Luqman: 15)



Nah sekarang saya, Baba dan Ummi semuanya adalah orang islam. jadi saya wajib menurut kepada semua peraturan dari Baba dan Ummi. toh, tidak boleh keluar rumah dan tidak boleh berteman dengan laki-laki bukan merupakan suatu ma’shiyat kan? jadi mengapa tidak untuk saya menurut sedangkan saya hanyalah seorang anak. dan saya yakin, tidak ada orang tua yang akan menyesatkan anaknya. semua orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya, dan tahu apa yang terbaik itu



Saya teringat pada salah satu Ayat al-qur’an yang menerangkan bahwa Alloh telah memutuskan untuk kita tidak menyembah selainNya dan berbakti kepada orang tua. Alloh menggabungkan menyembah kepadaNya dengan berbakti kepada orang tua, itu artinya berbakti kepada orang tua sangatlah harus kita lakukan, seperti halnya kita harus menyembah kepada Alloh. (QS. Al-Isra: 23)



Karena itulah saya berusaha sebaik mungkin untuk berbakti kepada Ayah dan Ibu saya, dan bukankah salah satu jenis dari berbakti adalah menurut akan semua aturan yang telah ditetapkan oleh orang tua?



Saya juga berteman dengan laki-laki. meskipun hanya segelintir dan hanya orang itu-itu saja. hanya lewat dunia maya atau sekedar SMS pula. tapi itu tidak membuat saya marah atau bagaimana. lagi-lagi saya yakin, orang tua saya tahu mana yang terbaik untuk saya. lagipula sebenarnya saya ini rada ogah buat berteman dengan laki-laki. entah mengapa?



Dan dari sini, orang tua saya melihat siapa saya. saya rada ogah berteman dengan laki-laki, maka Baba dan Ummi membantu mengembangkan jalan hidup saya dengan menekankan agar saya tidak berteman dengan laki-laki. sedangkan teman-teman lelaki saya yang itu-itu, Baba dan Ummi tahu dan Baba Ummi mengizinkannya



Saya tahu, Baba dan Ummi tidak asal dalam mendidik anaknya. Baba dan Ummi mendidik melalui karakter masing-masing. bila saya tidak suka keluar dan rada ogah berteman dengan laki-laki, Baba dan Ummi mendukung. karena itu Baba dan Ummi mendidik saya seperti itu, memberi peraturan itu kepada saya. tapi apa didikan Baba dan Ummi untuk saya dan saudara-saudara saya: semuanya beda. karena kami memiliki karakter, sifat, dan kecenderungan tersendiri.



Begitulah, karena itu saya sama sekali tidak tertekan atau tersiksa. karena beginilah saya, dan saya memiliki tugas yang harus saya lakukan sebagai seorang anak: yaitu berbakti. dan tugas itu dilakukan tidak dengan hati yang dongkol dan sebagainya. wabillahittaufiq

Bagian Ketiga :)

Sebenarnya, masih ada satu lagi alasan mengapa saya –dan saudara-saudara perempuan saya- tidak boleh sekolah



Sebelumnya, Ayah saya memberi tahu saya bahwa Ayah saya mendidik saya dengan kurikulum Alqur’an. Dan kurikulum pertama adalah membaca Alqur’an itu sendiri



Ibu saya berkata: Kamu tidak disekolahkan, karena kamu harus menghafalkan Alqur’an. Seandainya kamu sekolah pasti kamu akan terisi dengan yang lain, sedangkan Baba dan Ummi menginginkan kamu hafalan Alqur’an saja. Dan bila kamu sekolah dengan hafalan Alqur’an, pasti Alqur’an akan kalah dengan sekolahmu. Baba dan Ummi tidak mau itu terjadi. Bukankah ilmu umum bisa kamu peroleh dari mana saja, tidak harus dari sekolah, nak?



Memang benar. Saya mulai hafalan sejak usia 9 tahun. Begitu juga dengan saudara-saudara perempuan saya, karenanya apa yang saya rasakan telah pula dirasakan kakak dan adik saya.



Bagian ketiga ini, saya ingin bercerita tentang jadwal belajar saya bersama Ibu saya.



Saya mulai belajar sejak usia SD, yaitu 7 tahun. Saat itu, saya belum mulai hafalan Alqur’an. Ayah dan Ibu saya tahu, usia 7 tahun belumlah usia untuk membebani, usia 7 tahun masihlah usia bermain anak-anaknya. Saya sempat hafalan saat itu juga, namun Ibu saya menghentikannya karena saya sama sekali belum serius menekuninya



Kembali pada pembicaraan semula. Saya mulai belajar setelah Ibu saya selesai merawat kakak-kakak saya yang akan berangkat ke sekolah. Mulai dari menyiapkan sarapan sampai memberi uang saku. Setelah itu, barulah Ibu saya masuk ke kamar, sedang saya telah menunggu beliau. waktu itu sekitar pukul 7.00



Pelajaran yang dibahas pun berbeda-beda. Hari ini matematika, besok bahasa Indonesia, lusa Sejarah dan seterusnya. Ibu saya hanya menyuruh membaca, lalu setelah itu menerangkannya, menanyai dan memberi soal. Ketika sudah jam 8.30, Ibu saya meninggalkan saya untuk mengajar mbak-mbak santri. Dan saat Ibu saya tidak ada, saya harus mengerjakan soal-soal dari Ibu saya, bila selesai jawabannya, maka selesai pula kegiatan belajar saya. Saya sudah main bersama boneka-boneka atau hanya sekedar mendengarkan Ayah saya mengajar mbak-mbak santri. Bila Ibu saya selesai mengajar mbak-mbak santri, maka Ibu saya akan mengoreksi jawaban saya lalu menilainya.



Saat menilai itu adalah saat paling menyenangkan bagi saya. Karena saat itu, Ibu saya memberikan nilai dengan senyum lembutnya. Senyuman yang selalu saya rindukan sampai kapanpun



Adapun kakak saya, usia kami terpaut 8 tahun. Ketika saya mulai belajar bersama Ummi, kakak saya ‘sudah lulus’. Dia tidak lagi beljar bersama Ummi seperti saya, tapi kakak saya sudah mulai belajar bersama mbak-mbak santri. sedangkan saya dan adik saya terpaut 5 tahun, saat saya belajar bersama Ummi, adik saya masih balita. setelah ia berusia 7 tahun, barulah ia memulai belajarnya. kami belajar bersama, saya kelas 6 adik saya kelas 1. Ummi bergantian mengajarkannya, namun metodenya tetap sama. menyuruh membaca, menerangkan, menanyai dan memberi soal



Namun saya tidak begitu ingat, sebenarnya sejak usia berapa saya mulai belajar. Memang benar usia 7 tahun, tapi usia itu adalah usia belajar mata pelajaran, bukan usia belajar membaca dan menulis. Seingat saya, dibawah usia 7 tahun itu Ibu saya sudah mengajari saya membaca dan menulis.



Kalau mengingatnya saya jadi sangat senang dan merasa menjadi anak paling beruntung didunia ini, hehehe. Kali pertama Ibu saya menuliskan abjad untuk saya, lalu mengenalkannya. setelah itu saya harus hafal. saat saya telah hafal, Ibu saya menggandeng-gandengkan huruf konsonan dengan huruf vocal.



“bila B digandeng dengan A, maka membacanya BA. bila digandeng dengan I membacanya BI, bila digandeng dengan U membacanya BU, bila digandeng dengan E membacanya BE, bila digandeng dengan O membacanya BO.” begitu kata Ibu saya sehingga saya mengangguk-anggukkan kepala saya. lalu Ibu saya menuliskan kata, Biba misalnya, dan menyuruh saya membacanya. bila saya membaca Biba, Ibu saya akan tersenyum dan membaca hamdalah, namun bila saya sudah lupa bagaimana membacanya, Ibu saya akan mengulangnya lagi dari awal dengan sabar. begitu seterusnya sampai huruf Z. dan Ibu saya akan menuliskan beberapa kata untuk saya membacanya, tidak ketinggalan pula, bila huruf konsonan ini digandeng dengan huruf konsonan yang ini maka membacanya begini… sangat menyenangkan dan tidak susah sama sekali



Kemudian, saat usia saya sudah 9 tahun, Ibu saya tetap mengajar seperti biasanya. hanya saja kegiatan saya bertambah dan sedikit berubah, setelah subuh Ibu saya membacakan saya Alqur’an untuk saya hafalkan besok, jam 7 saya mulai menghafalkannya. baru setelah itu saya mulai belajar bersama Ibu saya. kegiatan belajar saya juga ada hari liburnya, yaitu hari jum’ah. dan bila sudah waktunya ujian, maka Ibu saya juga akan memberikan soal-soal ujian. hanya saja saya tidak mendapat rangking karena saya hanya belajar sendirian. hehehe…



Dan ketika saya telah ‘lulus’ kelas 6, Ibu saya berkata kepada saya: sekarang Lubabah sudah besar, tidak perlu belajar lagi sama Ummi. gantian adik yang belajar. Lubabah sekarang belajar bersama mbak-mbak seperti kakak, agar Lubabah menjadi orang yang alim agama…



Setelah itu, saya pun benar-benar lulus dan masuk pada ‘SMP’ dipondok. Kelas satu mustawal ibtida’I.



Itulah kegiatan belajar saya bersama Ibu saya. Sebentar, santai, namun tetap membawa Ilmu..



Terimakasih Baba, terimakasih Ummi, tanpa Baba dan Ummi yang selalu mengajar saya, saya tidak akan pernah bisa apa-apa. Maafkan saya tak bisa membalasnya, hanya untaian doa mutiara saya yang aka selalu menemani hari-hari Baba dan Ummi. selalu doakan saya dan sudara-sauadara saya, Baba, Ummi… saya begitu mencintaimu

Bagian Kedua :)

Anggapan yang pertama kali muncul adalah dari aturan pertama saya yaitu tidak boleh sekolah.



Baiklah, saya memang tidak sekolah. tapi tolong, jangan anggap saya sebagai orang yang tidak bisa membaca ataupun menulis. tolong jangan anggap seperti itu. saya memang bodoh, iya saya akui itu. tapi tidak perlulah orang-orang beranggapan bahwa saya tidak bisa membaca dan menulis hanya karena saya nggak boleh sekolah



Saya ingat, ketika saya disapa tetangga saya. ketika itu dia membawa wafer TOP. dia sodorkan kepada saya, apa bacanya ini? waktu itu saya masih kecil, dan mungkin bila sekolah saya baru kelas 2 SD atau 3 SD. karena ditanya, tentu saja saya menjawab dan membacanya Top. lalu dia kembali bertanya, kalau dibalik bacanya apa? saya jawab juga, Pot. saat itu juga tetangga saya terlihat sangat kaget. bagaimana bisa? kamu kan tidak sekolah? siapa yang mengajari kamu? tanyanya. sungguh, kala itu juga saya menjadi panas. saya sangat ingin marah karena dia berkata seperti itu. lalu saya hanya menjawabnya pelan dan singkat: saya punya Ibu.



Saya juga ingat, ketika saya mendapat teman SMS baru. saat itu usia saya 15 tahun. kala dia menelpon saya, dia bertanya, saya kelas berapa? tentu saja saya terang-terangan kalau saya tidak sekolah. tiba-tiba saja dia berkata dengan nada yang juga kaget: kalau begitu kamu nggak bisa matematika dong? kok kamu bisa baca? kok kamu bisa nulis? kok kamu bisa main hape? dan jawaban saya kembali singkat: saya punya Ibu.



###



Sebenarnya saya tak habis pikir kenapa mereka bisa beranggapan kalau saya tidak sekolah maka saya adalah bisa membaca dan menulis.



Mengapa mereka tidak berpikir kalau saya punya Ayah dan Ibu?



Memang Ayah dan Ibu saya tidak mengizinkan saya sekolah. tapi Ayah dan Ibu saya juga tidak pernah mengizinkan saya untuk menjadi seorang yang bodoh yang tidak bisa membaca dan menulis. saya punya Ayah dan saya punya Ibu yang selalu ada untuk saya, yang selalu mendidik dan mengajari saya.



Ummi dengan sabar mengajari saya tulis menulis, mengajari saya baca membaca. bahkan Ummi memberi kitab-kitab pelajaran sekolah pada umumnya. Ummi memberi saya kitab matematika, kitab bahasa Indonesia, kitab penjaskes, dan semua kitab-kitab yang teman-teman saya miliki. Ummi mengajarkan sendiri isi kitab-kitab itu.



Saya tahu, Ummi memang hanya lulusan PGA. tapi Ummi saya pintar, Ummi saya cerdas. dan semua itu berawal dari kesenangan Ummi akan membaca. jadi saya benar-benar tak mengerti, apakah seorang yang hanya lulus PGA tidak akan mampu mengajari anaknya membaca dan menulis? apakah hanya sarjana yang mampu mengajarkan hal itu pada anaknya? saya pikir tidak. karena Ummi saya adalah buktinya dan telah membuktikannya



Saya sangat heran jika mereka berkata dan beranggapan saya tidak bisa membaca dan menulis karena saya tidak sekolah. mereka berkata demikian seolah-olah saya ini tidak punya Ibu. padahal Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. dan saya telah bersekolah dimadrasah itu. mengapa beranggapan demikian? sungguh saya sangat heran sekali



Lalu Baba juga tidak membiarkan saya hanya sampai pada tahap membaca dan menulis saja. Baba memberi computer untuk saya, Baba memberi hand phone untuk saya. dan untuk apakah itu? tentu saja agar saya tidak menjadi anak yang bodoh dengan ketidak ada pendidikan sekolah bagi saya. meskipun saya tidak sekolah seperti teman-teman saya bukan berarti lantas saya tidak mengerti apa-apa tentang computer dan hand phone, kan? Baba memberi saya waktu dan kesempatan untuk mempelajarinya.



Ya.. saya akui, ilmu saya tentang computer dan hand phone sangatlah minim. saya tidak bisa banyak tentang computer, saya bingung dengan yang namanya hand phone. tapi setidaknya saya bisa. sedikit-sedikit saya bisa, dan itu sudah sangat membuat saya bersyukur. saya tidak sekolah tapi saya masih bisa menggunakan computer atau hand phone. itu adalah sebuah pemberian yang sangat besar.



Lalu mereka kembali bertanya: kamu tidak sekolah tapi bisa pakai computer dan hand phone? bagaimana caranya?



Loh, saya ini kan punya banyak saudara laki-laki. abang saya saja tiga, saya juga punya adik. mereka bersekolah, meskipun hanya sampai bangku SMP. tapi mereka bisa. dan saya mempunyai mereka yang bisa mengajari saya. saya memiliki mereka sebagai guru-guru computer saya. jadi seharusnya mereka tidak usah heran-heran seperti itu. orang bisa bermain computer atau hand phone bukan hanya dari sekolah. tapi orang bisa melakukan itu dari orang-orang disekitarnya dan dimana lingkungan ia dibesarkan. begitulah menurut saya. hanya sebatas menurut saya



Dan lagi, mana ada orang tua yang membiarkan anaknya bodoh? saya yakin, orang tua teman-teman saya menyekolahkan mereka karena orang tua mereka ingin anak-anaknya pintar. bukan begitu? dan begitu pula Ayah dan Ibu saya sebagai orang tua. Baba dan Ummi tidak membiarkan saya dalam kebodohan meskipun saya tidak bersekolah.



Karena itu dengan kasih sayang dan cintanya, Baba dan Ummi mengajari dan mendidik saya sendiri.



Pertanyaan masih berlanjut: memang kenapa tidak boleh sekolah? kita kan juga butuh hidup dengan ilmu-ilmu seperti itu, tidak hanya ilmu agama



Orang tua tahu akan hal itu, teman. maka dari itu Ayah dan Ibu saya tetap mengisi saya dengan ilmu-ilmu umum. bahkan sampai sekarang, meskipun hanya lewat majalah anak-anak: Bobo, Mentari, dan Aku Anak Saleh. Ayah dan Ibu saya tidak peduli pada usia saya dan hanya mengisi saya dengan majalah anak-anak, yang penting majalah itu membawa banyak ilmu pengetahuan yang bisa membantu saya. tapi, ilmu yang terpenting adalah ilmu agama. Ayah dan Ibu saya tidak menginginkan saya jadi pedagang, dokter, guru dan lain sebagainya kok. Ayah dan Ibu saya menginginkan saya agar menjadi seorang yang alim agama. Ayah dan Ibu saya hanya menginginkan saya sebagai orang yang menyebarkan agamaNya, hanya itu. dan bukankah seorang yang menyebarkan agama yang diperlukan banyak ilmunya adalah ilmu agama, bukan ilmu umum..?



Ayah saya pernah berkata kepada saya: Baba mendidikmu seperti kurikulum alqur’an, didikan pertama adalah mengajarkanmu membaca alqur’an, lalu mengajarimu akhlaq, setelah itu mengisimu dengan ilmu agama, baru setelahnya memberimu hikmah, yaitu ilmu umum. jadi ilmu umum bukanlah ilmu yang sangatlah penting bagimu, kamu tidak perlu sekolah sampai jenjang atas, karena ilmu umum hanyalah urutan terakhir dari kurikulum alqur’an. dan Rasulullah telah bersabda: ambillah hikmah dari manapun ia keluar. maka cukuplah bagimu mengambilnya dari majalah-majalah anak-anak.”

(QS. Ali Imron: 164)



Nah, kalau alasan mengapa saya tidak boleh sekolah, yaitu karena Ayah dan Ibu saya tidak ingin saya hidup bercampur dengan laki-laki. memang hanya dikelas saja –bila saya sekolah-. tapi lingkungan adalah mempengaruhi. dan bukankah didikan kedua adalah akhlaq? “baiklah bila Lubabah bisa menjaga dirinya, bila tidak? kami adalah orang tua yang harus bertanggung jawab penuh kepada dia kelak di akhirat nanti.”



Jadi begitulah mengapa saya tidak sekolah dan saya bisa membaca serta menulis juga main hape. hehehe… wabillahittaufiq

Bagian Pertama :)

Bicara tentang peraturan, memang sepertinya kita ini tidak bisa lari dari makhluq yang bernama peraturan. dimanapun kita berada, disadari ataupun tidak.



Karena saya juga manusia, maka begitu pula dengan saya. hidup saya penuh dengan aturan. sedikit-sedikit diatur, sebentar-sebentar diatur, dan semuanya pasti diatur.



Ya, lihat saja, dari saya yang nggak boleh sekolah, yang nggak boleh keluar rumah, yang nggak boleh berteman dengan laki-laki, sampai yang namanya jam segini harus hafalan jam segitu harus hafalan dan masih banyak lagi…



Penat? bosan? nggak terima? tertekan? atau bahkan berontak dengan aturan yang begitu banyak dalam hidup saya ini?



Begitulah anggapan yang saya temukan dari sebagian besar orang-orang yang mengenal saya…



Tapi tidak begitu halnya dengan saya. memang banyak aturan dalam hidup saya ini, tapi sekali-kali saya tidak pernah merasa penat, bosan, tertekan ataupun keinginan untuk berontak. sama sekali tidak. asli, hehe



Kalau tidak terima, mungkin iya pernah. tapi itu dulu, ketika saya masih kecil dan belum bisa berfikir apa-apa dan belum bisa memahami atau mengerti apa yang ada dibalik sekian banyak aturan itu. seperti saat saya tidak boleh sekolah. tapi saya tidak terima hanya karena saya tidak punya sepatu, untuk selainnya? insyaAllah saya tidak punya rasa yang bagaimana sedikitpun.



Dari sini, saya ingin sedikit berbagi tentang cerita hidup dengan aturan-aturan yang melingkari saya. dan mungkin, cerita saya ini agak panjang. semoga kita bisa mengambil pelajaran darinya, amin.

Sabtu, 04 September 2010

Nostalgiawati :D

Lulü Ilue punya beberapa kenangan di gelombang kedua ISYS ENGLISH COURSE yang nggak bakalan dia lupain seumur hidup. yah, gimana mau lupa coba? baru kali itu dia ngerasain yang namanya sekolah. kalo didiniyah tarbiyatul banat kan temen dan gurunya Cuma perempuan, jadi rasanya kayak gak sekolah gitu. hehehehe…



suatu hari Lulü Ilue kecil dan temen-temen gelombang keduanya dapet tugas dari pak guru. simple sih, Cuma suruh jawab ‘yes no-yes no’ doang. Lulü Ilue kecil mau aja, mau nggak mau juga nggak bakalan bisa nolak. dia ngerjain dengan serius. tiba-tiba pak gurunya itu ngehampirin si Lulü Ilue kecil. nungguin gitu, gimana ni anak didiknya itu ngerjain soal. pas Lulü Ilue kecil salah jawab ‘yes’, pak guru berdehem. lalu Lulü Ilue kecil mengganti jawabannya dengan ‘no’. pak gurunya ngangguk. gitu deh sampe seterusnya, Lulü Ilue kecil jadi gede kepala soalnya diberi tahu gitu. pas udah selesai, pak guru pergi ke ruangannya. lalu suruh ngumpulin semua. Lulü Ilue kecil ngantri temennya yang sedang dinilai sama pak guru. pake diteliti segala. pas waktunya Lulü Ilue kecil, pak guru nggak pake neliti, langsung aja kasih nilai dan tanda tangannya: seratus! yeee… Lulü Ilue kecil seneng banget deh. coba dari dulu gini pak, saya pasti kerasan deh. hehehe



dan suatu hari lagi, pak gurunya itu rada bawel. kalo selesai pelajaran pasti diulur-ulur. ada yang mau Tanya? gitu tanyanya. reflek aja Lulü Ilue kecil ngangkat telunjuknya. pak guru mempersilahkan. Lulü Ilue kecil bertanya: apa boleh pulang, pak? gerrrr… seisi kelas tertawa rame gara-gara pertanyaan konyol si Lulü Ilue kecil. Lulü Ilue kecil nggak peduli, suer dia udah pengen pulang. mau ngaji tauk, pikirnya. pak guru tersenyum aja ke Lulü Ilue kecil. lalu bilang: masih mendung, nanti hujan gimana? Lulü Ilue kecil nangguk-ngangguk, lalu nyeplos: makanya pak, biar kami pulang. kan baru mendung. jadi pas mendung dibuat pulang, ntar hujannya kami udah dirumah,.. seketika temen-temennya bersorak ramai: SESEVEN…!!! setuju maksudnya. hehehe…



dan lagi-lagi pada suatu hari, ada tugas lagi dari pak gurunya. nah, pak gurunya kan berdiri depan sono. si Lulü Ilue kecil duduknya dibelakang. ada yang nggak dia fahamin. dia manggil pak guru: pak, gitu. pak guru Cuma ngelihat ke Lulü Ilue kecil. karena Lulü Ilue kecil nggak pernah sekolah dan didiniyah nggak pernah Tanya-tanya, dia lambaikan aja tangannya buat manggil pak guru ke bangkunya. seketika temen-temennya berteriak-teriak kaget. hei! kamu nggak sopan! gitu. Lulü Ilue kecil nggak peduli: aku kan butuh sama pak guru. ujarnya polos. temen-temennya masih nggak percaya aja dengan kata-kata Lulü Ilue kecil. tampang mereka galak-galak nggak terima gitu. mungkin karena mereka ngak pernah melambiakan tangan ke gurunya kali ya? hehe. tapi karena pak gurunya baik banget sama Lulü Ilue kecil, pak guru jadi mau aja nyamperin Lulü Ilue kecil. akhirnya Lulü Ilue kecil Tanya dan dijawab dengan baik sama pak guru. membuat temen-temennya Cuma bisa melongo dengan ketidak percayaan.. wehehehe



begitulah, kenangan manis yang nggak bisa dilupain dah. kadang-kadang Lulü Ilue pengen ngerasain lagi suasana itu. tapi ya ga mungkin. temen-temennya udah pada merantau entah kemana. lagipula Lulü Ilue udah lupa siapa aja temennya, hehehe. bukan, bukan lupa. tapi udah nggak pernah ketemu. ma’lum, temen-temennya itu dari beberapa desa tetangga yang nggak pernah dihampirin sama Lulü Ilue. jadi udah nggak ada kabar. tapi Lulü Ilue bakal tetep inget temen-temennya itu. juga pak gurunya yang baik banget…



apa kabar kalian semua?

** sayang, Lulü Ilue kehilangan jejak temen-temennya dan nggak tau FB mereka. jadi yang ditag Cuma dua sahabat imutnya aja. hehehe.. :D

Lulü Ilue Kecil

Parengan, salah satu desa yang tenang dan asri (ciye) dikota Soto, Lamongan. Lulü Ilue, seorang gadis kecil berusia 10 tahun tercatat sebagai penduduk aslinya meskipun berBapak dari Gresik. hehehe..



Lulü Ilue kecil terlahir dari keluarga yang anak perempuannya nggak boleh sekolah, peraturan ini yang merintis adalah Tuan Aly Imron Muhammad, ayahanda dari si Lulü Ilue kecil sendiri.



Lulü Ilue kecil agak nggak terima juga kenapa dia nggak boleh sekolah. pasalnya, waktu dikelas –di tarbiyatul banat: sekolah untuk anak-anak perempuan usia SD menimba khusus ilmu agama- Cuma dia yang nggak bisa ikutan nimbrung sama temen-temennya. mereka bilang: aku abis dibeliin sepatu! ikat pinggangku bagus loh! nah kan, Lulü Ilue kecil jadi diem seribu bahasa soalnya dia nggak dibeliin yang begituan sama Ayahnya.



jadi intinya si Lulü Ilue kecil itu nggak terima kalo dia nggak boleh sekolah, karena jadi Cuma dia yang nggak punya sepatu dan ikat pinggang. lalu nggak bisa ikutan nimbrung sama temen-temennya deh. kan melas banget. hehe



baiklah, Lulü Ilue kecil mulai bisa menerima alasan sang Ayah: nanti kamu campur sama laki-laki, Baba nggak suka.



hemm.. betul betul betu. ucap hati Lulü Ilue kecil. tapi suatu hari, Lulü Ilue kecil kembali nggak terima dengan keputusan baru. sang kakak yang suka usil tiba-tiba kali ini memulai aksinya, dia muncul dengan formulir pendaftaran kursus bahasa inggris.



apa?!! Lulü Ilue kecil nggak habis pikir. ngapain sih kakak ketiganya itu usil kali ininya kayak gitu! kayak nggak ada kerjaan lain aja! mana tiba-tiba Ayah dan Ibunya setuju sama usul kakaknya itu lagi!



tidaaaak..!!! teriak hati Lulü Ilue kecil. aku nggak mau ikut kursus! ngapain coba? hah? buat apa bahasa inggris ntar? toh aku juga nggak bakalan jadi presenter ato wartawan. pikirnya ngelantur. hehehe



dia nggak mau-nggak mau malah kena semprot kakak pertamanya. uhu.. mengapa malang sekali nasib gadis 10 tahun ini! ooo... dia hanya bisa menumpahkan keluh kesahnya pada kakak kedua. yah untung-untung kakak keduanya itu pengertian deh. solidaritas perempuan kali ya? hehehehe...



huh, pokoknya sejak saat itu Lulü Ilue kecil jadi buenci banget sama dua kakaknya. dia ngerasa hidupnya jadi berantakan kacau balau. dua kakaknya itu udah ngebuat hidupnya jadi porak poranda! oooh... ngapain si ngatur-ngatur aku? kamu kan bukan bapakku! gitu, lagi-lagi pikirannya ngelantur.



dan ternyata alasan si Lulü Ilue kecil nggak mau ikutan kursus bahasa inggris simple: aku kan nggak boleh sekolah, jadi sekarang aku nggak mau kursus dong. kan kursus bahasa inggrisnya campur laki-laki sama perempuan. yaudah aku nggak boleh sekolah sekarang gentian aku nggak mau kursus! owalaaah.. ternyata Lulü Ilue kecil pengen bales dendam ni ceritanya? nggak boleh atuh sayang…!



tapi karena Lulü Ilue kecil Cuma seorang anak perempuan berusia 10 tahun, dia kalah. dia tetep harus ngisi formulir terkutuk itu dan ngikutin kursus yang nggak pernah dia bayangin sebelumnya. Cuma hatinya sedikit terhibur, soalnya dua sahabat Lulü Ilue kecil –Ayun dan Dita- juga ikut kursus itu. kakak keempatnya juga. jadi ada temen dia



tapi lagi… Lulü Ilue kecil harus kembali shock nggak terima. ntu dua sahabat ternyata masuk kursus gelombang pertama, sedang si Lulü Ilue kecil masuk pada gelombang kedua! itu artinya dia nggak akan sekelas dengan sahabat-sahabat imutnya. Lulü Ilue kecil pengen banget nangis. dia nggak bisa bayangin sekelas dengan orang-orang yang nggak dia kenal tanpa orang yang dikenalnya



Ibu pun berperan. ditengah kerapuhan anak gadisnya itu sang Ibu menghiburnya: ada kakak disana, kamu nggak sendiri digelombang kedua… huuuft… Lulü Ilue kecil jadi lega dengernya.



akhirnya kelas pun dimulai. Lulü Ilue kecil ngerasa udah lebih nerima keputusan kakak dan Ayahnya. tapi penderitaannya kembali lagi: sang kakak yang seharusnya selalu menemani dia disaat jam pelajaran jarang banget masuk! waktu dia ngadu ke Ayahnya, sang Ayah Cuma bilang: biarkan saja, kamu teruskan saja, ya. tidaaak…! lengkap sudah penderitaanku. jerit hati Lulü Ilue kecil tersayat-sayat. hehehehe



yaudah, karena Lulü Ilue kecil pengen juga ngebahagiain Ayah dan Ibunya –tanpa ngebahagiain sang kakak- akhirnya Lulü Ilue kecil mau tetep ngikutin kursus. dengan hati dongkol tentunya. habis dia musti kursus dijam yang sama dengan jam masuk sekolah diniyahnya. ihiksss…



tapi ya, lama kelamaan Lulü Ilue kecil mulai bisa ni’matin kursus inggrisnya itu. meski dia pelajari ogah-ogahan tapi dia seneng banget. soalnya pak gurunya baik banget sama Lulü Ilue kecil. mungkin pak gurunya itu kasihan kali ngeliat Lulü Ilue kecil, udah paling kecil, sendirian, pendiem, kurus lagi! hehehe.., yah pokoknya Lulü Ilue kecil jadi ngerasa punya temen. mana sebentar waktu kemudian dua sahabat imutnya pindah kelas lagi, jadi sekarang Lulü Ilue kecil punya temen buat rame. hehehe.. berangkatnya udah bertiga. pokoknya Lulü Ilue kecil jadi seneng banget



setelah hampir 3 tahunan Lulü Ilue kecil ngikutin kegiatan itu, akhirnya Lulü Ilue kecil selesai juga. dia lega banget meskipun sertivikatnya nggak keluar. pak gurunya molor, jadi ditinggal aja sama Lulü Ilue kecil. hehehehe..



begitu beranjak remaja, pikiran Lulü Ilue yang udah nggak kecil lagi mulai terbentuk. dia nginget-nginget cerita panjang dan menyebalkan dalam hidupnya. lalu dia pun berfikir dan membuat kesimpulan:



“sebenernya dua kakakku itu nggak jahat kok. yang ketiga ngasih formulir dan yang pertama ngamukin kalo aku ga mau,,, mereka ngelakuin itu karena dia mikirin aku. pasti mereka pikir, meskipun aku nggak sekolah aku nggak boleh kalah sama yang lain. aku harus bisa juga yang namanya bahasa inggris. jadi sebenernya mereka nggak ngehancurin hidupku, tapi membangunnya. iyah, membangun hidupku untuk masa depannya. dan Baba, Baba ngebolehin aku ikut kursus meskipun kelasnya campur laki-perempuan, itu karena kursus Cuma 2 kali sepekan. jadi Baba nggak perlu khawatir, lagian aku waktu itu masih kecil. dan ada kakakku yang jagain meskipun dia bolet. jadi intinya: nggak ada yang perlu aku kesalin apalagi sesalin dalam kursus inggrisku itu. dan buktinya sekarang, aku bisa juga bahasa inggris meskipun Cuma sedikit-sedikit. meskipun Cuma ngerti kata-katanya doang. meskipun nggak bisa bercakap dengannya. tapi setidaknya aku tetep ngerti. aku punya bekal dan potensi untuk itu. toh, bahasa inggris juga pasti ada gunanya. untuk kehidupanku bersama temen-temen diluar, untuk kehidupanku dengan kepenulisan, dan yang terpenting: untuk kehidupanku dengan perjuangan..



terimakasih untuk kakak pertamaku, yang marah bukan karena kebencian, tapi karena kasih sayangnya.tanpa kemarahan kakak aku pasti tetep bersikukuh buat nggak ikut kursus.



terimakasih untuk kakak keduaku yang ngertiin aku dan selalu ngasih semangat. tanpa keberadaan kakak untuk nerima 'cerita'ku aku pasti nggak punya temen dan bener-bener putus asa sudah.



terimakasih untuk kakak ketigaku yang perhatian sama aku lewat formulirnya, tanpa formulir dari kakak aku pasti akan terdiam tanpa mengerti sedikitpun.



terimakasih untuk kakak keempatku yang bersedia untuk ikut kursus sekelas denganku, tanpa kakak aku bener-bener sepi meskipun kakak jarang masuk. hehehehe



terimakasih, terimakasih kakak-kakakku semua. aku jadi cinta banget deh sama kalian. terimakasih, ya. fajazaakumulloh ahsanal jazaa’.. :-* (untuk ca'al) :-* (untuk mba'um) :-* (untuk ca'mad) :-* (untuk ca'muh) :-* :-* :-* :-* (untuk semua sebagai permintaan maafku. maafin ya, awas kalo tidak :D :D :D