Senin, 28 Februari 2011

Bukan Murid

Sudah lama sekali saya penasaran apa alasan Baba dan Ummi yang tak pernah mengatakan para santri dengan sebutan "muridku." bahkan dengan sebutan "anakku,"

Pagi ini (1 maret 2011) saya tanya apa alasan itu pada Baba dan Ummi.

Baba menjawab "buat apa mengatakan mereka murid, saya merasa tidak punya amalan,"

Adik saya (bontot) menyangkal "tapi kan Baba yang mendidik."

Baba menjawab lagi "saya hanya meneruskan. Mereka murid para pendahulu: muridnya Abah, muridnya mbah Abu Aly."

***

Ummi menjawab, "lebih dekat anak, lebih enak anak. Kalau mengatakan murid, seperti saya seorang guru, seperti ilmu saya sangat banyak. Padahal tidak."

Allah.. Tawadhu' macam mana yang ada pada Baba dan Ummi?!

Padahal semua santri-santri beliau bisa berhasil karena didikan dan ajaran-ajaran beliau!

Allah saufa yutsibukum Baba, Ummi.. Allah yang akan membalas semua itu kepada Baba dan Ummi.

Terimakasih atas didikan untuk selalu berrendah hati ini. Sangat susah, tapi akan jadi mudah bila kami mau menekuninya. Jazakumullah ahsanal jaza'..

Sabtu, 19 Februari 2011

Penyakitku Kambuh

17 April 2011

Hari ini semua penyakit saya kambuh:
Maag
Malas > obatnya harus di lawan
Bete > obatnya rutin baca shalawat
Egois > obatnya harus di cuekin
Sumpek > obatnya rutin baca alqur'an
Ngambek > obatnya berdzikir

Akibatnya saya selalu ingin menangis. Karena penyakit kedua dan seterusnya tiba-tiba saja jadi akut

Tapi betapa bodohnya saya yang tidak segera mengobatinya bahkan membiarkannya begitu saja

***

Dini hari, saya bangun dengan perut sakit (penyakit pertama)

Pagi hari, saya masih lemas-lemas. Setelah mengaji bersama Baba, saya izin pada Ummi untuk tidak masuk ke kelas sebelah. (penyakit kedua) Ummi mengizinkan karena Ummi hanya tahu penyakit pertama dan tidak sadar adanya penyakit kedua

Baba: kenapa tidak ngajar?
Ummi: kasihan Ustadz, dia sakit
Baba: sakit sedikit saja sudah tidak mau ngajar! Itu namanya cobaanNya untuk dia! Kalau seperti itu tidak pantas jadi guru! (obat dari Baba untuk penyakit kedua yang berupa bentakan)
Saya: kalau begitu jangan jadikan saya guru.. (penyakit keempat)
Baba: sudah sana belajar, nanti tetap ngajar dan tidak boleh di gantikan orang lain

Saya pergi dari ruangannya Baba dengan muka manyun.

Di kamar saya hanya membuka-buka mata pelajaran yang harus saya sampaikan hari ini tanpa memahaminya (penyakit ketiga)

Saya biarkan kitab-kitab itu tergeletak. Menutup kamar dan berbaring menghadap tembok. Saya pun menangis (penyakit kelima) dan saya bertekad untuk tidak menanyakannya pada Baba (penyakit terakhir)

Jam 7.30 saya benar-benar masuk ke kelas lain itu dan membawakan pelajaran yang akhirnya bisa saya fahami dengan bertanya pada kakak kelas

9.00, saya waktunya mengaji lagi bersama Baba. Saya pun turun ke bawah bersama teman-teman dan kakak kelas

Kitab saya yang ada di ruangan Baba tidak saya ambil. Karena disana ada tamu.

Teman-teman dan kakak kelas saya sudah ada di ruangan lain, menunggu Baba yang sedang mengambil kitab di ruangannya.

"saya nggak ikut ngaji, nggak bisa ngambil kitab." (penyakit kedua dan keempat)

Teman-teman dan kakak kelas saya hanya tersenyum. Lalu saya meninggalkan mereka. Tapi ternyata Baba menyodorkan kitab saya. Lalu mengajak saya untuk mengaji.

Penyakit terakhir saya pun sedikit terobati.

10.30, semua KBM telah usai. Saya turun ke lantai bawah untuk beristirahat.

Saya berbaring di kamar Ummi sambil memainkan HP. Ternyata Baba datang dan menggoda saya dan adik saya. Kemudian Baba meminta kopi.

Saya membuatkannya, dan mengantarkannya pada Baba. Semua penyakit saya perlahan-lahan sudah bisa saya lupakan. Saya tersenyum

"jadi orang itu yang ridho," Baba menasihati saya, dan membuat penyakit-penyakit saya sembuh seketika. Entah kemana malas, bete, egois, sumpek dan ngambek itu. Hati terasa sangat sejuk mendengar nasihat Baba.

11.00, saya pun tertidur dengan keadaan sehat dan tanpa penyakit sedikitpun

12.00 saya terbangun. Gerah, sangat gerah. Saya keluar dari kamar Ummi sambil membawa handuk. Tiba-tiba Baba menghadang saya. Dengan membawa sarung cantik Baba bertanya, "mau ini?"
Saya mengangguk dan menjawab, "mau."

Ah, hati ini benar-benar sejuk. Baba berusaha menghibur saya dan menghilangkan semua penyakit-penyakit saya.

Siang ini saya memulai aktifitas dengan senyuman. Saya sembuh total!

Tetapi dalam hati saya sangat malu. Hari ini saya berlaku seperti halnya anak kecil. Saya sangat kekanak-kanakan. Saya tidak dewasa dan saya berbuat suatu kesalahan besar pada Baba..

Baba maafkan saya. Saya hanya memikirkan diri saya sendiri. Maafkan saya Baba.. Doakan agar penyakit-penyakit itu tak datang lagi agar saya tak merasakan betapa sakitnya penyakit itu.

Allah yutsibukum ya Abati..

Don't be Sad Friend.. You're not Alone

Dulu, *dua tahun yang lalu,* sahabat-sahabat saya curhat tentang masalah mereka dengan temannya



Lalu tahun kemarin, banyak sekali sahabat yang curhat kisah cintanya



Tahun ini.. Tak sedikit yang curhat akan kekecewaan dan kecemasan mereka tentang sekolah dan ujiannya.



Dan pada tahun-tahun sebelumnya, mereka kerap menceritakan segala persoalannya pada saya..



***



Saya senang, mereka mau mencurahkan hatinya pada saya. Setidaknya, setelah lama saya jauh dari mereka dan hampir tidak pernah ada untuk mereka lagi, akhirnya saya bisa sedikit membantu. Meskipun apa yang saya berikan tidak seberapa dengan kebaikan mereka, bahkan tidak sebanding sama sekali. Saya senang mereka masih menganggap saya..



Terimakasih sahabat-sahabatku



***



Sahabat, coba dengarkan aku sebentar. Sebentar saja.. Aku mendapatnya dan aku ingin berbagi pada kalian..



Sahabat, apa yang terjadi untuk dilakukan, bukan untuk ditinggal lari.



Sahabat, keterpurukan tidak di ukur dari kesenangan yang terkekang dan tidaknya. Keterpurukan terjadi karena hal yang tak dibenarkan oleh syariat. Sering kali kita merasa senang, tapi syariat menyalahkan. Inilah keterpurukan yang sebenarnya. Namun tak jarang pula kita merasa sedih, namun syariat membenarkan. Maka itu tak bisa membuat kita terpuruk



Sahabat, apa yang ada pada diri kita adalah bagian dan pemberian dari Allah. Kita hanya bisa menerima apa adanya, mensyukurinya, dan tak berhenti untuk berusaha menjadi lebih baik lagi



Sahabat, Ia tak kan merubah keadaan kita sebelum kita mau merubah diri kita sendiri terlebih dahulu.



Sahabat, tak ada satupun alasan untuk berputus asa. Yang ada adalah usaha dan ketekunan



Sahabat, janganlah bersedih, karena kalian tak pernah sendiri. Kalian mempunyai Allah yang selalu siap mendengar keluh kesah kalian, kalian punya keluarga yang selalu ada untuk kalian, kalian punya sahabat yang selalu mendukung dan memberikan semangat untuk kalian..



Sahabat, aku tidak bermaksud menggurui. Aku menulis ini semata-mata karena aku peduli, dan aku masih ingin menjadi sahabat kalian..



Maafkan aku atas keegoisanku selama ini, sahabat. Tapi aku sedang berusaha untuk menghilangkan sifat itu. Dan sampai kapanpun aku akan menyayangi kalian, karena selamanya kalian adalah sahabat-sahabatku.. Meskipun kadang aku hilang entah kemana. Tapi dihatiku senantiasa terpatri nama kalian



Sahabat, ku tulis pesan ini untuk kalian, agar kalian selalu bersemangat dan tak lagi bersedih. Tersenyumlah sahabat, tersenyumlah pada dunia dan katakan dengan bangga: aku bukan orang lemah



***



Untuk sahabat-sahabatku, terimalah persembahan kecil ini, dengan senyum manis yang menghiasi paras ayumu :))

Bontot dan Kekagetannya

Sudah 5 tahun ini saya selalu meminta izin terlebih dahulu kepada Baba atau Ummi jika saya hendak melakukan suatu pekerjaan, tidak hanya jika saya hendak keluar saja. Seperti halnya saya meminta izin untuk sekedar berkumpul dengan teman-teman di lantai dua. Tapi saya tak tahu apa alasan saya untuk minta izin seperti itu, dan siapa yang mengajari saya.

Suatu hari, begitu saya mengkhatamkan hafalan Alqur'an saya, saya membuat jadwal waktu untuk mentakror (mengulang) hafalan saya itu.

Saya tulis jadwal baru saya diselembar kertas. Saya tunjukkan pada Ummi, dan Ummi mengangguk mengiyakan. Lalu saya ke tempat Baba.

"Ba, ini jadwal waktu saya."
"buat apa?"
"buat takror hafalan Ba."
"bacakan,"

Saya pun membacakan jadwal baru saya. "setelah subuh, takror untuk takror maghrib, setelah dzuhur, takror juz depan, setelah ashar takror juz belakang, setelah maghrib takror sama Ummi."

Baba mengerutkan keningnya. "lalu kapan waktu mengambil ubannya Baba?"

Saya tersenyum kecut mendengar pertanyaan Baba. Memang biasanya saya yang mengambil ubannya Baba. "ya.. Kalau pagi-pagi,"
"kalau pagi ente sekolah sampai jam 11. Nanti jam 11 tidur sampai dzuhur."
"ng.. jadi gimana Ba? Boleh nggak jadwal saya yang seperti ini?" tanya saya sekali lagi. Baba tersenyum dan mengangguk.

***

Bukan. Baba bukannya meminta waktu tertentu untuk mengambil uban beliau. Sewaktu-waktu Baba bisa menyuruh saya mengabil uban beliau itu, bahkan ketika saya sedang mengaji atau sekolah sekalipun.

Tapi Baba hanya mengingatkan. Sesibuk apapun saya, saya tidak boleh lupa untuk berbakti pada orang tua. Hanya itu. Meskipun dari pagi hingga malam saya ada kegiatan belajar dan menghafal, tapi dari pagi hingga malam itu juga harus ada bentuk berbakti pada Baba dan Ummi.

Kelihatannya mengambil uban adalah hal yang sepele, bahkan lebih penting menghafalkan dan belajar. Tapi mengambil uban adalah salah satu bentuk saya untuk berbakti pada Baba dan Ummi. Berbakti kepada orang tua adalah wajib, tetapi untuk belajar dan menghafal tidak semuanya berhukum wajib.

Toh, mengambil uban hanya memerlukan sedikit waktu, dan tak akan membuat waktu itu berantakan. Mungkin dari mengambil uban itu juga, keridhaan Allah yang digantungkan pada keridhaan orang tua akan datang. Lagipula saya tak tahu dimana tempat Baba dan Ummi ridha kepada saya.

Maaf Baba, maaf Ummi, jika saat mengambil ubannya Baba dan Ummi tak ada niat untuk berbakti dihati saya, atau bahkan dengan hati yang enggan hingga membuat Baba dan Ummi kecewa.

Terimakasih atas nasihat tersembunyi Baba dan Ummi. Memang masih banyak nasihat tersembunyi yang belum berhasil saya fahami. Tapi saya akan berusaha. Saya akan berusaha untuk memahami nasihat-nasihat berharga itu agar saya bisa berbakti pada Baba dan Ummi.

Hadza, Allah yahfadzkum ya yustibukum. Jazaakumullah ahsanal jaza'

Wabillahittaufiq :))

Jadwal dan Uban

Sudah 5 tahun ini saya selalu meminta izin terlebih dahulu kepada Baba atau Ummi jika saya hendak melakukan suatu pekerjaan, tidak hanya jika saya hendak keluar saja. Seperti halnya saya meminta izin untuk sekedar berkumpul dengan teman-teman di lantai dua. Tapi saya tak tahu apa alasan saya untuk minta izin seperti itu, dan siapa yang mengajari saya.

Suatu hari, begitu saya mengkhatamkan hafalan Alqur'an saya, saya membuat jadwal waktu untuk mentakror (mengulang) hafalan saya itu.

Saya tulis jadwal baru saya diselembar kertas. Saya tunjukkan pada Ummi, dan Ummi mengangguk mengiyakan. Lalu saya ke tempat Baba.

"Ba, ini jadwal waktu saya."
"buat apa?"
"buat takror hafalan Ba."
"bacakan,"

Saya pun membacakan jadwal baru saya. "setelah subuh, takror untuk takror maghrib, setelah dzuhur, takror juz depan, setelah ashar takror juz belakang, setelah maghrib takror sama Ummi."

Baba mengerutkan keningnya. "lalu kapan waktu mengambil ubannya Baba?"

Saya tersenyum kecut mendengar pertanyaan Baba. Memang biasanya saya yang mengambil ubannya Baba. "ya.. Kalau pagi-pagi,"
"kalau pagi ente sekolah sampai jam 11. Nanti jam 11 tidur sampai dzuhur."
"ng.. jadi gimana Ba? Boleh nggak jadwal saya yang seperti ini?" tanya saya sekali lagi. Baba tersenyum dan mengangguk.

***

Bukan. Baba bukannya meminta waktu tertentu untuk mengambil uban beliau. Sewaktu-waktu Baba bisa menyuruh saya mengabil uban beliau itu, bahkan ketika saya sedang mengaji atau sekolah sekalipun.

Tapi Baba hanya mengingatkan. Sesibuk apapun saya, saya tidak boleh lupa untuk berbakti pada orang tua. Hanya itu. Meskipun dari pagi hingga malam saya ada kegiatan belajar dan menghafal, tapi dari pagi hingga malam itu juga harus ada bentuk berbakti pada Baba dan Ummi.

Kelihatannya mengambil uban adalah hal yang sepele, bahkan lebih penting menghafalkan dan belajar. Tapi mengambil uban adalah salah satu bentuk saya untuk berbakti pada Baba dan Ummi. Berbakti kepada orang tua adalah wajib, tetapi untuk belajar dan menghafal tidak semuanya berhukum wajib.

Toh, mengambil uban hanya memerlukan sedikit waktu, dan tak akan membuat waktu itu berantakan. Mungkin dari mengambil uban itu juga, keridhaan Allah yang digantungkan pada keridhaan orang tua akan datang. Lagipula saya tak tahu dimana tempat Baba dan Ummi ridha kepada saya.

Maaf Baba, maaf Ummi, jika saat mengambil ubannya Baba dan Ummi tak ada niat untuk berbakti dihati saya, atau bahkan dengan hati yang enggan hingga membuat Baba dan Ummi kecewa.

Terimakasih atas nasihat tersembunyi Baba dan Ummi. Memang masih banyak nasihat tersembunyi yang belum berhasil saya fahami. Tapi saya akan berusaha. Saya akan berusaha untuk memahami nasihat-nasihat berharga itu agar saya bisa berbakti pada Baba dan Ummi.

Hadza, Allah yahfadzkum ya yustibukum. Jazaakumullah ahsanal jaza'

Wabillahittaufiq :))

MagnuM

Enyub: pengen magnum
Ozora: ni magnum!
Ibenk: mahal banget sih. Emang apa keistimewaan magnum?
Enyub: enak

Cinta

Jangan cinta dunia, tapi cintai Allah yang menciptakan dunia ♥
Allah.. Ada apa dg hati ini?? Tidak menentu dan nakal sekali.. Tetapkan hatiku dalam jalan kebenaranMu ya Robb.
Seperti kata Imam Albushiri: nafsu bagaikan bayi, bila engkau biarkan maka dia akan tetap suka menyusu. Dan bila engkau sapih maka ia akan tersapih

>> maka kita harus bisa mengendalikannya. Jangan biarkan nafsu yg menunggangi kita, tapi tunggangi dan kendalikanlah ia dengan kendali-kendali islam
Alhamdulillah.. Terimakasih ya Allah, Engkau berikan hamba lidah yg bisa merasa dan akal yg bisa berfikir.

Smile, please!

keep smiling, gimanapun keadaan kamu, bahagia kek, sedih kek.. cz kalo kamu senyum seolah-2 kamu bilang sama semuanya, "aku menerima semua keputusan Allah dg lapang hati.. karena Allah Tahu mana yg terbaik untukku."

Ilahi, Lastu Lil Firdausi Ahla..

الهي لست للفردوس اهلا * ولا اقوى على نار الجحيم

Wahai Tuhanku, sungguh sangat tak layak untukku ada di surgaMu, mengingat keadaanku yang penuh dan berlumur dosa, sedangkan surgaMu hanya dimasuki oleh orang-orang yang sepi akan dosa, yaitu orang-orang yang suci. Namun sungguhpun demikian, tidaklah pula aku sanggup jika ku harus memasuki nerakaMu, Tuhan. Aku tak kan pernah sanggup sungguhpun aku berada dalam kubangan sumur dosa..

فهب لي توبة واغفر ذنوبي * فإنك غافر الذنب العظيم
ذنوبي مثل اعداد الرمال * فهب لي توبة يا ذا الجلال
وعمري ناقص فى كل يوم * وذنبي زائد كيف احتمالي

Berikan aku taubat, Tuhanku. Dan ampunilah segala dosa-dosaku yang teramat sangat banyak, yang bagaikan butiran pepasir di dunia ini. Bahkan dalam sisa umurku yang semakin hari semakin berkurang, dosa-dosaku tak kunjung menipis tapi justru semakin bertambah banyak, hingga tak terperi. Jika ku nyatakan diriku untuk bertaubat dan memohon ampunan tapi aku tetap berbuat ma'shiyat menyandang dosa, maka aku tak lebih dari seorang pembohong yang banyak bicara. Tindakan dan ucapanku sama sekali tidak cocok. Karena itu, Tuhanku.. Ku minta padaMu untuk selalu memberiku taubat dan memberiku ampunan atas sekian banyaknya dosaku, meskipun aku tetap melakukan perbuatan dosa itu dan belum bisa menghentikannya. Karena ku tahu, Tuhanku, sesungguhnya Engkaulah Dzat Pemilik Keagungan lagi Maha Pengampun dosa-dosa besar hambaMu..

الهي عبدك العاصى اتاك * مقرا بالذنوب و قد دعاك
فإن تغفر فأنت لذاك اهل * و ان تطرد فمن يرجو سواك

Wahai Tuhanku, hamba yang bersimbah dosa datang bersimpuh kepadaMu, mengakui atas segala dosa-dosanya dan menyeru.. Jika sudi kiranya Engkau memberikan ampunan, maka memang Engkaulah yang layak akan hal itu, Tuhan. Namun jika Engkau menolaknya, maka siapalah lagi harapannya selainMu? Pada siapa lagi ia harus meminta ampunan jika tidak KepadaMu..?

Kasih Sayangmu..

Kejadiannya berlangsung saat saya kelas 5 (2 mustawal awsath)

Waktu itu pelajaran saya sampai pada ilmu faroidh (ilmu tentang warisan)

Otomatis saya harus membicarakan orang-orang yang berhak menerima warisan beserta bagian harta yang diterimanya. Padahal saya sama sekali tidak ahli dalam hal hitung-menghitung apalagi bagi-membagi. Argh!

Disitu entah mengapa saya tidak juga bisa memahami pelajaran tersebut. Padahal teman-teman sudah memahaminya bahkan bisa membagi harta-harta itu pada yang berhak dengan benar. Bagi istri yang mempunyai anak, bagi anak laki-laki, bagi suami yang tidak memiliki anak, bagi ayah ibu dan bagi yang lainnya.

Sungguh! Otak saya tidak bisa menerimanya sama sekali! Seakan buntu begitu saja

Ummi yang membawakan pelajaran sampai melihat saya berkali-kali.

"faham Lub?" tanya Ummi. Saya hanya bisa memandang wajah Ummi dengan wajah memelas dan mata berkaca-kaca, lalu menggeleng.

Ummi bahkan harus menghela nafas berkali-kali melihat saya yang tak kunjung faham itu. Bahkan Ummi sampai menggambarkan contoh di kitab beliau dan menyuruh saya duduk di samping beliau sendiri.

Dengan sangat detail Ummi menjelaskan ilmu faroidh itu. Tapi saya tetap saja buntu!

Lalu tiba-tiba Ummi bilang sama kakak kelas saya, "sudah, kelasmu sama kelas setelahnya libur dulu. Biar Lubabah faham."

Hah?! Saya terperanjat kaget. Ummi meliburkan dua kakak kelas saya dan berusaha membuat saya faham?!

Saat itu saya berpikir, mengapa bukan kelas saya saja yang diliburkan? Jelas-jelas saya sudah tidak bisa menerimanya.. Hiks

Satu jam berlalu. Saya masih tidak bisa memahami pelajaran ini. Saya sampai nangis-nangis merasakan betapa sakitnya penyakit bernama bodoh. Huhuhuh..

"Ummi udah Mi udah, saya nggak bisa, susah ini, udah.." saya merengek-rengek. Ummi menggeleng, "kalau di sudahi lalu kapan kamu akan bisa?"
"tapi susah Mi, susaaah.."
"hal yang susah akan jadi mudah kalau kamu mau menekuninya,"

Saya tak lagi membantah Ummi dan diam. Ya.. Ummi benar, hal yang susah akan jadi mudah bila mau menekuninya.

Saya menarik nafas, ternyata Ummi begitu memikirkan saya sampai-sampai Ummi rela meliburkan dua kakak kelas saya agar saya bisa memahaminya

Saat saya menyadari hal itu, saya pun bertekad, saya harus bisa. Toh, ilmu faroidl adalah sesuatu yang kelihatan, bisa dilihat oleh mata, jadi mengapa saya tidak bisa?

Saya hapus air mata saya yang terlanjur menetes. Dan mulai membentuk konsentrasi yang baru.

Tak lama kemudian, Ummi tersenyum. Tersirat kelegaan di wajah cerah beliau. Sedangkan saya hanya bisa cengar-cengir malu. "alhamdulillah kamu sudah faham, sekarang pecahkan contoh-contoh di atas, Ummi turun dulu. Jangan berhenti sebelum semuanya selesai dengan pemahaman yang benar." Ummi tersenyum lalu meninggalkan kelas.

Saya menghela nafas lega. Saya bersyukur mempunyai ibu yang teramat sabar dalam membentuk kefahaman anaknya. Saya bersyukur mempunyai ibu yang selalu memikirkan anaknya, dari hal sekecil apapun hingga yang terbesar.

Ummi, keputusan Ummi untuk meliburkan dua kakak kelas saya adalah bentuk kasih sayang yang jarang sekali bisa saya lihat. Saya bertambah yakin bahwa Ummi menyayangi dan mencintai saya dimanapun saya berada. Dalam kelas maupun tidak.. Syukron jazilan Ummi, jazaakumullah ahsanal jaza'.. Aku mencintaimu

Percakapan Siang Hari

20 Feb 2011

Siang itu saya baca koran di kamar. Nggak taunya ada bocah usil berusia sekitar 5-6 tahunan memasukkan kepalanya ke jendela kamar yang terbuka. Saya diam saja tak menggubrisnya. Tapi ternyata dia menyapa

"hai, kamu temennya Abel ya??"

Saya agak kaget. Si Abel -bukan nama sebenarnya hehe- mah temennya Bontot. Saya menggeleng dengan senyuman

"ooh.. Aku tau, kamu pasti pacarnya itu kan?!" tanyanya polos. hah? tentu saja saya terkejut. eh ngomong apa ni bocah?? emang sejak kapan saya pacaran?? tapi saya ladeni juga tu, hehe

"pacarnya siapa..?"
"ituloh, yang dulu mondok disini. "
"siapa?"
"Abbas,"

Hwa! Saya terkejut bukan main. Eh, ni anak kecil udah bisa ngegosip?! Pacar dari mana coba? Kalo katanya Fahri AAC sih 'Hadzihi fitnah!' hehe

"loh, iya ta?" saya tanggapi dia lagi. Tapi tiba-tiba dia teriak ke temen-temennya yang juga ribut disana sama dia

"hei! Ini loh ada pacarnya Abbas..!"

Wuaaaa! Saya terbelalak kaget. Eh gila, ni udah bukan fitnah lagi, tapi haditsul ifki! -Walah-

"eh dik.. Kamu anaknya siapa?" saya alihkan tu pikiran ngelanturnya. Dia tersenyum sambil nampakin giginya yang gak lengkap bahkan bolong-bolong hehe

"aku anaknya ***,"
"ooh.. Kamu nggak pulang? Abis ngaji kan?" saya tau dia habis ngaji, karena masih pakai seragam diniyah asuhan anak pondok putra. Dia senyam-senyum

"ntar dicari ibunya loh.."
"ng, dulu.. Dulu.."
"dulu apa? Ayo pulang. Udah ashar tu, udah sholat belum?"
"heheheh.." bocah itu malah cengengesan lalu pergi begitu saja. Saya geleng-geleng kepala dibuatnya..

Kalau anak jaman dulu seusia dia pasti tidak berani tanya-tanya pada orang tidak dikenal apalagi sampai ngegosip. Walah,,

Saya sedikit miris. Bagaimana ibu dan ayahnya mendidik dia. Sampai-sampai dia berani memasukkan kepalanya ke jendela kamar orang.

Padahal, pernah suatu ketika saya keluar bersama Baba. Tiba-tiba ada keramaian di salah satu rumah yang saya lewati. Karena penasaran lalu saya melihat ke arah rumah itu, tepat di depan kaca jendelanya. Baba seketika itu langsung menolehkan kepala saya dengan tangan beliau agar tidak melihat kesana lagi.

Setelah saya mengaji dan sedikit mengerti, ternyata itu bukanlah adab. Ya, tidak adab melihat melalui kaca jendela rumah orang lain.

Ah, dari sini saya menyadari betapa pentingnya akhlak untuk semua manusia. Seharusnya sejak dini anak manusia dididik dengan akhlak yang baik dan benar Agar dia menjadi pribadi yang disenangi kawan-kawannya. Dan dengan begitu, saat ia dewasa ia akan mengerti dan memahami apa arti didikan orang tuanya dan apa itu hidup..

Wabillahittaufiq :)

Kasih Sayangmu..

Kejadiannya berlangsung saat saya kelas 5 (2 mustawal awsath)

Waktu itu pelajaran saya sampai pada ilmu faroidh (ilmu tentang warisan)

Otomatis saya harus membicarakan orang-orang yang berhak menerima warisan beserta bagian harta yang diterimanya. Padahal saya sama sekali tidak ahli dalam hal hitung-menghitung apalagi bagi-membagi. Argh!

Disitu entah mengapa saya tidak juga bisa memahami pelajaran tersebut. Padahal teman-teman sudah memahaminya bahkan bisa membagi harta-harta itu pada yang berhak dengan benar. Bagi istri yang mempunyai anak, bagi anak laki-laki, bagi suami yang tidak memiliki anak, bagi ayah ibu dan bagi yang lainnya.

Sungguh! Otak saya tidak bisa menerimanya sama sekali! Seakan buntu begitu saja

Ummi yang membawakan pelajaran sampai melihat saya berkali-kali.

"faham Lub?" tanya Ummi. Saya hanya bisa memandang wajah Ummi dengan wajah memelas dan mata berkaca-kaca, lalu menggeleng.

Ummi bahkan harus menghela nafas berkali-kali melihat saya yang tak kunjung faham itu. Bahkan Ummi sampai menggambarkan contoh di kitab beliau dan menyuruh saya duduk di samping beliau sendiri.

Dengan sangat detail Ummi menjelaskan ilmu faroidh itu. Tapi saya tetap saja buntu!

Lalu tiba-tiba Ummi bilang sama kakak kelas saya, "sudah, kelasmu sama kelas setelahnya libur dulu. Biar Lubabah faham."

Hah?! Saya terperanjat kaget. Ummi meliburkan dua kakak kelas saya dan berusaha membuat saya faham?!

Saat itu saya berpikir, mengapa bukan kelas saya saja yang diliburkan? Jelas-jelas saya sudah tidak bisa menerimanya.. Hiks

Satu jam berlalu. Saya masih tidak bisa memahami pelajaran ini. Saya sampai nangis-nangis merasakan betapa sakitnya penyakit bernama bodoh. Huhuhuh..

"Ummi udah Mi udah, saya nggak bisa, susah ini, udah.." saya merengek-rengek. Ummi menggeleng, "kalau di sudahi lalu kapan kamu akan bisa?"
"tapi susah Mi, susaaah.."
"hal yang susah akan jadi mudah kalau kamu mau menekuninya,"

Saya tak lagi membantah Ummi dan diam. Ya.. Ummi benar, hal yang susah akan jadi mudah bila mau menekuninya.

Saya menarik nafas, ternyata Ummi begitu memikirkan saya sampai-sampai Ummi rela meliburkan dua kakak kelas saya agar saya bisa memahaminya

Saat saya menyadari hal itu, saya pun bertekad, saya harus bisa. Toh, ilmu faroidl adalah sesuatu yang kelihatan, bisa dilihat oleh mata, jadi mengapa saya tidak bisa?

Saya hapus air mata saya yang terlanjur menetes. Dan mulai membentuk konsentrasi yang baru.

Tak lama kemudian, Ummi tersenyum. Tersirat kelegaan di wajah cerah beliau. Sedangkan saya hanya bisa cengar-cengir malu. "alhamdulillah kamu sudah faham, sekarang pecahkan contoh-contoh di atas, Ummi turun dulu. Jangan berhenti sebelum semuanya selesai dengan pemahaman yang benar." Ummi tersenyum lalu meninggalkan kelas.

Saya menghela nafas lega. Saya bersyukur mempunyai ibu yang teramat sabar dalam membentuk kefahaman anaknya. Saya bersyukur mempunyai ibu yang selalu memikirkan anaknya, dari hal sekecil apapun hingga yang terbesar.

Ummi, keputusan Ummi untuk meliburkan dua kakak kelas saya adalah bentuk kasih sayang yang jarang sekali bisa saya lihat. Saya bertambah yakin bahwa Ummi menyayangi dan mencintai saya dimanapun saya berada. Dalam kelas maupun tidak.. Syukron jazilan Ummi, jazaakumullah ahsanal jaza'.. Aku mencintaimu

Kamis, 17 Februari 2011

Rumput dan Kita

Rumput nggak punya akal, tapi bisa tenang dengan tempat dan hidupnya yang cuma disitu.. Lalu apakah kita yang berakal sudah bisa tenang dengan kehidupan kita? Menerima apa adanya

Rabu, 16 Februari 2011

Curhat

Saya pernah ditanya oleh teman saya. "Aub kalo curhat sama siapa?"
Saya tersenyum saja dengan pertanyaan itu. Lalu saya jawab "dengan Baba Ummi."

Dia tanya lagi, "kenapa?" saya jawab lagi, "karena Baba Ummi bukan sekedar orang tua. Tapi juga guru, dan sahabatku."

Dia melanjutkan pertanyaannya, "tidak ingin curhat pada orang lain?" saya menggeleng. "yang aku butuhkan adalah solusi dan saran dengan dasar ilmu agama. Dan aku tau, orang yang bisa memberi solusi dan saran dengan dasar ilmu agama adalah orang yang alim. Sedangkan di dekatku ada orang alim, yaitu Baba dan Ummi. Jadi aku tak perlu jauh-jauh mencari orang alim itu lagi, karena dia sudah ada didepan mataku."

Dia masih melanjutkan pertanyaannya, "kenapa mencari solusi dan saran dengan dasar agama?" Dan saya masih menjawabnya, "karena solusi dan saran dengan dasar agama jauh lebih menenangkan."

Ternyata dia tetep melanjutkan pertanyaannya, "nggak ingin curhat sama psikolog?" saya menggeleng, "Baba dan Ummi sudah merangkup jadi psikolog. Jadi Baba Ummi adalah orang tua, guru, sahabat sekaligus psikologku."

Masih bertanya lagi, "tidak takut Ustadz dan Ummi kepikiran dengan masalahmu Ub?" lagi-lagi saya menggeleng. "Baba Ummi selalu melarangku untuk memikirkan sesuatu. Kata Baba Ummi, kamu punya Allah yang mengurus segala sesuatumu, lalu apa yang membuatmu memikirkan masalah itu sedangkan Allah sudah mengatur semuanya? Jadi Baba dan Ummi tidak akan kepikiran dengan masalahku, dan aku tak perlu takut akan hal itu."

Dia mengangguk-angguk. "lalu bagaimana sikap Ustadz dan Ummi saat kamu curhat tentang masalahmu itu?"

Saya tersenyum. "kalau aku dalam posisi yang benar, Baba Ummi akan mendukung, memberi semangat, solusi dan saran. Tapi kalau aku dalam posisi salah, Baba Ummi akan menegurku, memperingatkanku untuk menyudahi kesalahan itu dan bahkan akan memarahiku."

"setelah itu, bagaimana tanggapanmu saat kamu dalam posisi bersalah?"

"ya.. Berusaha tidak mengulanginya lagi. Aku ingin bangkit dan aku nggak mau terpuruk dalam kesalahan."

"apa tidak susah Ub?"

"sangat susah. Aku kadang ngeluh soal hal itu pada Baba Ummi. Tapi Baba dan Ummi memberiku semangat lagi: hal yang sulit tak akan jadi mudah kalau kamu tidak mau berusaha. Sebaliknya jika kamu berusaha maka hal sesulit apapun akan menjadi mudah. Semuanya dimulai sedikit demi sedikit, tidak langsung banyak. Karena itu tidak boleh putus asa."

Teman saya itu tersenyum. Saya pun juga demikian. Lalu dia berkata, "Aub tinggal bersyukur mempunyai orang tua yang merangkap jadi segala." dan saya pun mengiyakan ucapannya itu.

Saya kira pertanyaannya selesai, tapi ternyata tidak. "Aub bangga banget ya sama Ustadz dan Ummi?"

Saya terkekeh, pertanyaan lucu. "anak mana yang tidak bangga pada orang tuanya? Setiap anak pasti menganggap bahwa orang tuanya itu hebat. Dia pasti bangga pada orang tuanya, meskipun kadang-kadang seorang anak tidak menyadari kehebatan orang tuanya dan kebanggannya pada mereka berdua."

berlanjut, "cinta banget ya Ub?" saya nyengir. "kamu aneh ya, cinta pada orang tua itu wajib, bagaimanapun keadaan orang tua itu."

Dia ikut-ikutan nyengir. "iya ya Ub.."

Saya memberinya senyum. Ia pun membalas senyum itu dengan senyum manisnya, dengan wajah yang berseri-seri. Ya.. Orang tua adalah segalanya bagi kita, teman. Bila kita berbakti pada orang tua, niscaya anak-anak kita kelak akan berbakti pada kita. Insya Allah...

Wabillahittaufiq :)

***

"Ub, Ub, tapi pernah curhat ke orang lain nggak?"

Haaaahh... "pernah, tapi jarang. Jarang banget. Oke wawancara usai!" dan saya pun berlari pergi meninggalkannya, sebelum ia meneruskan pertanyaan-pertanyaan bersambungnya lagi. Hehe

Ujian.. Aaaaargh!!!

Seumur-umur, baru kali ini saya stress menghadapi ujian. Huuft

Saya nggak nyangka, kalo jarak 5 bulan bakal dapet pelajaran segitu banyaknya. Sampe sepet ni mata (mana saya ga demen belajar lagi, jadi buka kitabnya pas sehari sebelum ujian :DD -ironis sekali --")

Yah, udah stress gara-gara belajar (siapa suruh ngebut sehari!), ditambah shock sama soal-soalnya, belum ntar kalo pengumuman nilai. Iya kalo baik, kalo jelek? Duh Gusti.. T-T nyuwun ingkang sae mawon

Singkat aja, kalo diceritain semuanya entar yang ada malah jadi cerbung. Hehe

Hari selasa (09022011), tepatnya pelajaran Nahwu (lagi-lagi cerita soal nahwu.. Abis pelajaran ini yg soalnya paling tragis, menduduki peringkat pertama dari soal-soal tragis lainnya) Baba masih kayak dulu ternyata. Rincian soalnya gini:

I:
1. Sebutkan amil jazim yg menjazemkan 1 fiil serta contohnya
2. Sebutkan amil jazim yg menjazemkan 2 fiil serta contohnya
3. Sebutkan i'robnya amil jazim yang berupa isim serta contohnya

II:
1. Sebutkan macam-macam maf'ul muthlaq yang dari masdar serta contohnya
2. Sebutkan lafadz-lafadz yang bukan masdar yang bisa menjadi maf'ul muthlaq serta contohnya

III: i'rob
اذا اراد الله بعبده خيرا يفقهه فى الدين

Uoooh..!! Saya dan teman-teman terbelalak kaget. Belum batas waktu dari Baba yang cuma setengah jam!

Hiks hiks hiks.. Rasanya saya langsung down! Saya depresi!!

Bisa bayangin kan, gimana tergesanya kami. Soal pertama jawabannya ada 4 amil, soal kedua ada 13 amil, soal ketiga ada 11 amil, belum lagi kalo ini jadi gini itu jadi gitu. Eh, soal pertama dari yg kedua jawabannya 4 (yang ini saya jawabnya asal. Dibukunya ga ada keterangan gitu sih, jadi asal aja jawabnya :D ) soal kedua jawabannya 9.

Nah loh.. Shock banget kan. Apalagi pake contoh-contohnya. Haduh, ngebuat contoh itu kan mikir, Ba.

Saya santai aja ngerjainnya. Cz saya yakin, ngerjain dg santai dan pikiran tenang akan lebih gampang buat jawab soal-soal yang ada. Tapi...

Eeeeh..!! Saya lupa I'robnya! Uaaaah.. Langsung panik deh ga jadi tenang! Tulisan yg emang pada dasarnya udah jelek jadi makin jelek aja gara-gara gopoh ngerjainnya. Pikiran ini mumet buat ngi'rob soal itu. Idza ini gimana ya, terus yufaqqihuhu ini jadi apa ya.. Duh!

Udah, saya ga peduli lagi sama tulisan saya yang kayak coretan balita itu. Saya ga peduli tu i'rob saya bener apa ga. Biar, yg penting ngejawab hehe

Huft, setelah capai berkutat dg soal i'rob akhirnya selesai juga. Tapi, hei! Waktunya habis! Belum saya teliti lagi!

"cepat kumpulkan!" suara Baba dari ruang bacanya kedengaran tegas banget. Kayaknya nggak bisa diajak kompromi tu. Saya yang ada didepan ruangan itu kontan aja melongo. "cepat!" kata Baba lagi. Buru-buru deh saya narikin kertasnya AM, KSA dan SS (penjelasan soal AM, KSA dan SS bisa dibaca di catatan saya: Amira. -hehehe sekali-kali promosi gapapa kan :D)

Haaaah.. Saya kayak orang gila aja setelah itu. Temen-temen pada linglung, bengong sambil bentar-bentar bilang, "Ustadz.. Hiks, teganya.." yang parah si AM, doski sampe nangis-nangis. KSA masih bengong aja, "aku malu sama Ustadz,," rintihnya. Sedang si SS cuma diam meratapi nasib hehe..

Tapi.. tak ada yang perlu disesali. Baba benar, soal-soal segitu banyak jawabannya biar belajarnya ga muspro. (Tau muspro? Kalo ga tau tanya saya hehe)

Yah, apapun yang terjadi (alah Bondan :D) musti tetep disyukurin. Sekarang ini saya belum tau apa hikmah dibalik soal ujian mbulet njlimet itu. Yang saya tau cuma.. Mulai sekarang saya musti bisa nulis lebih cepat lagi.. Huehehe :D

Artis dan Dukun Pijat

Sesuai kenyataan *hehe*, saya nggak boleh keluar rumah kecuali ada perlu yg dianggap penting sama Baba. Kalo yg nganggep penting itu cuma saya dan Baba nggak nganggep kayak gitu, udah, pasti ga dibolehin buat keluar rumah

Suatu ketika, ada peristiwa yg membuat saya keluar dan itu dianggap penting oleh Baba dan Ummi. *baca: keseleo :DD*

Kaki saya sakiiit banget. Keseleo perdana ni. Baba sama Ummi nyuruh saya buat pijat ke bu Maryam. Satu-satunya harapan penduduk Parengan bilamana terjadi keseleo, salah urat dan lain-lain. Hehe

Saya agak wegah ya buat pijat. Rumahnya agak jauh dari rumah saya. Saya kudu-kudu emoh ke rumah bu Maryam. Bukan karena jauhnya sih, cuma saya sudah ngebayangin yang enggak-enggak kalo ketemu sama penduduk.

Soalnya penduduk desa Parengan kalo ketemu saya pasti bilang "ya Allah..! Iki Lubabah to? Anake Ustadz seng cilik biyen??" jiaaah.. Ya iyalah yang dulu kecil, situ juga dulunya kecil kan! Hehehe..

Abis itu pasti heboh, yg tanya sekarang dimana lah, kok ga pernah keluar lah, aduh duh.. Tapi wajar ya, saya bener-bener ga pernah keluar rumah. Ketemu sama penduduk cuma setaun 2 kali, pas idul fitri sama idul adha --", jadi begitu ketemu langsung rame. Apalagi ibu-ibu *waoh, serasa jadi artis! Wkwkwkwk xD xD*

Kembali ke pembicaraan semula. Baba Ummi tetep maksa saya ke rumah bu Maryam. Dan akhirnya toh, saya mau juga. Gimanapun juga yg namanya anak musti nurut sama ortunya, dan ortu nggak boleh kalah sama anaknya. Saya nggak mau ah ngalahin Baba sama Ummi hehe.,

Ditemani mbak Kholida, saya ke rumah bu Maryam. Untung Parengan pas sepi, jadi bayang-bayang mengerikan dibenak saya nggak terjadi. Hihihihi..

Di rumah bu Maryam, beliau langsung nanya.
"mondok to?"
"enggeh," jawab saya nggak bohong ni, saya kan emang mondok di rumah sendiri hehe
"wes suwe?"
"enggeh," kali ini saya jawab ngasal
"nok pondoke Ustadz Aly?"
"enggeh," cuma enggeh yang bisa keluar dari mulut saya. Lha tangan perkasa bu Maryam sukses membuat konsentrasi saya hilang. Suaaakkkkiiiit banget!
"sampeyan wong ndi?"
Hah? Saya kaget. Lalu saya tersenyum kecut, wong iki aneh, batin saya *hehe*
"Parengan, bu."
"eh, sampeyan wong parengan to? Anake sopo? Kok gak tau ngerti aku?"

Doweeeeengg..! Seketika itu juga saya seperti artis yang lama vacum dan hilang dari ingatan para penggemar. Oh oh! Hehehe..

Saya bingung juga mau jawab gimana. Sebenernya gampang sih, tinggal jawab anaknya Baba sama Ummi. Tapi gimana ya? Ga tau deh.

"anake sopo?"
"ng.. Niku, kulo yugane.. Niku,"
"niku sopo to nduk?"
"eh, hehe,, niku, yugane.. Baba kale Ummi.." pelaaan banget saya jawabnya. Sedang si mbak Kholida ketawa cekikian ngeliat ekspresi muka saya yg manyun abis!

Bu Maryam diam. Lalu sejenak kemudian.. "ealaaaaah! Anake Ustadz Aly to? Lha kok wes gede?!"

Nah loh, masa suruh kecil mulu sih?

"seng sopo sampeyan? Seng kawin biyen to?"

Juoooh!! Guila tenan eg!

"mboten, kulo adike."
"berarti sopo?"

Walah ya Allah, jebule aku gak artis tenanan ki!

"kulo Lubabah.."
"Lubabah? He'eh to? Aku kok gak tau ngerti sampeyan?"

Oh oh oh...! Betapa polosnya bu Maryam! Terlalu jujur itu!

Saya cuma bisa tersenyum kecut. Sambil dalam hati meratapi nasib, betapa malang diriku..

Al-Ahqaf 15

Kemarin siang, saya mengaji di kamarnya Ummi, tepatnya juz 26. Disamping saya ada Isro' yang sedang menggambar. Tiba-tiba Ummi masuk dan menyuruh saya SMS ke ca'Muh yang sedang keluar.

Seketika itu saya langsung enggan. Saya pikir, Ummi itu gimana, ada Isro' yang cuma gambar kenapa nyuruh saya yang sedang mengaji..??

Hah?! Tiba-tiba saya kaget. Ya Allah astaghfirullah.. Kok bisa-bisanya saya enggan, padahal saya cuma mengaji yang merupakan ibadah sunnah, sedangkan menuruti perintah orang tua adalah wajib?!!

Tanpa berpikir lagi saya langsung mengangguk dan menulis sms untuk ca'Muh. Dan Ummi pergi meninggalkan kamar.

Saya pun meruskan mengaji dengan hati yang kacau. Ada kalam suci dalam hidup saya, yang di sana terpatri perintah berbakti pada orang tua.

Hati saya semakin sakit saat saya sampai pada ayat 15 dari surah Al-ahqaf

ووصينا الانسان بوالديه احسانا حملته امه كرها ووضعته كرها.. الاية

"Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkan dengan susah payah (pula).."

Ummi masuk lagi ketika ada balasan dari ca'Muh, lalu lagi-lagi Ummi menyuruh saya yang membalas.

***

Mungkin Ummi sedang menguji sampai dimana saya menuruti perintah beliau. Adakah saya akan menuruti perintah Ummi atau bahkan saya tetap melanjutkan mengaji?

Terimakasih Ummi, engkau menyadarkanku akan hal penting yang sempat terlupa. Maafkan bila ku belum bisa menjadi putri idaman Ummi..