Minggu, 31 Oktober 2010

Bagian Kedelapan :)

Melihat kondisi kesehatan

Baba dan Ummi selalu memperhatikan kesehatan saya yang sering drop. Karenanya, baik Baba dan Ummi tak pernah memaksakan saya untuk berbuat sesuatu.



***



Diusia saya yang ke 12. ada lintasan hati untuk mengikuti kegiatan wirid malam bersama mbak-mbak pondok. Sungguh saya sangat ingin mengikutinya. Lalu saya utarakan keinginan saya itu kepada Baba. Jawaban Baba, “dari dulu Baba menghendaki.” merasa telah mendapat izin, saya pun akhirnya mengikuti kegiatan tersebut. Namun dibenak saya terdapat ganjalan, jika Baba menghendaki, mengapa Baba tak memerintahkan saya? Namun saya tak mencari jawaban keganjalan saya tersebut. Saya tak ambil pusing, yang penting saya akan mengikuti kegiatan itu.



Tapi beberapa minggu kemudian, saya merasa tidak kuat untuk mengikuti kegiatan itu lagi. Tiba-tiba saja ketahanan tubuh saya menurun. Dari minus mata saya yang naik, tensi darah yang turun, magh yang kambuh sampai dada yang terasa sesak. Setiap kali saya membaca tulisan, lalu saya melihat pada mbak-mbak disekeliling saya, saya tak bisa jelas melihatnya. Selalu saja pandangan mata saya kabur. Padahal saya sudah memakai kacamata saya.



Lalu saya katakan kepada Ummi tentang keadaan saya itu. Ummi bilang, “sudah. Kamu nggak usah ikut wirid malam dulu. Kalau kamu masih ingin wirid, kamu baca saja wirid pribadi kamu yang Baba dan Ummi berikan.” saya menurut. Dan ketika malam itu saya tidak bangun, Baba tak membangunkan saya. Dari sini saya tahu, apa arti “dari dulu Baba menghendaki.”. Baba memang menghendaki hal itu, tapi Baba tak mengatakannya pada saya karena Baba tahu, kondisi saya waktu itu tidak baik. Bahkan sedang memburuk.



Dan sekarang, saat kesehatan saya berangsunr membaik dan mulai bisa mengikuti kegiatan itu lagi, Baba membangunkan saya. Ketika saya agak telat bangun Baba berkata. “ayo bangun. Biasanya kamu jam segini sudah bangun kok sekarang belum. Lihat, mbak-mbak sudah memulainya.”



Tidak pelit, tapi mengajari untuk menerima apa adanya.

Dalam hal dunia, Baba dan Ummi tak selamanya memberikan apa yang saya mau. Bahkan jika saya meminta sesuatu, Baba dan Ummi mempunyai cara tersendiri dalam memberikannya. Hal ini dilakukan agar saya menerima apa adanya, tak cinta dunia dan tak menjadi anak manja. Cara-cara itu adalah:

1. memberi seketika itu juga
2. memberi dengan tempo waktu
3. tidak memberi sama sekali

***



ketika itu usia saya 7 tahun. Saya ingin sekali memiliki sepeda dan bisa menaikinya bersama teman-teman. Baba yang sedang sarapan kali ini terlihat beda. Baba rapi dengan baju putih khasnya.

“Baba mau pergi?” tanya saya.

“ya.” jawab Baba

“kemana?”

“ke surabaya.”

saya pun tersenyum penuh harapan. “Baba mau ke surabaya? Baba, saya mau dibelikan sepeda.” Baba tak menyahut dan hanya tersenyum. Saya tak lagi berkata apa-apa dan segera pergi meninggalkan Baba. Dan saya pun lupa.

Sore harinya, ketika Baba datang, Baba berkata. “coba lihat apa yang dibawa kak Mul.” saya yang penasaran akhirnya pergi ke halaman rumah. Dan apa yang dibawa? Yang dibawa sahabat karib Baba itu adalah sepeda. Sepeda yang tadi pagi saya memintanya.



***



memang bisa dikatakan, saya dan saudara-saudara saya suka jika belajar menggunakan elektronik. Seperti komputer, dvd player, tape recorder.. dan laptop. Tapi laptop itu adalah barang satu-satunya yang belum kami miliki. Ya kami memang memilikinya, tapi itu dulu sekali dan sekarang sudah tak jelas nasibnya. Kami ingin memilikinya lagi. Berkatalah adik-adik kami. “Baba, saya pengen punya laptop.” Baba tak menjawab dan tak pernah menjawab. Saat itu adik laki-laki saya masih duduk dibangku madrasah kelas 6.

hingga 3 tahun berlalu, Baba belum juga menjawab keinginan kami. Merasa tak akan dibelikan, kami pun melupakannya. Ya, yang penting masih ada komputer. Namun disaat kami melupakan itu, tiba-tiba saja Baba datang dengan membawa kejutan besar. Apa itu? Kejutannya adalah laptop. Tentu saja kami senang sekali dan bersyukur, atas pemberian yang tak terduga itu.



***



saya dan kakak saya menggerutu hebat. Bagaimana tidak, tape tua itu sudah beroprasi beberapa kali tapi tak juga sembuh. Suaranya mulai bergetar-getar dan kadang menjadi pelan sekali. Lalu saya dan kakak saya sepakat untuk minta dibelikan yang baru kepada Baba. Tapi ketika saya dan kakak saya mengatakannya, Baba menggeleng dan berkata “tidak.”. Akhirnya, dari sebelum kakak saya meneruskan studi ilmunya ke malang sampai kakak saya sudah 2 tahun dimakkah, permintaan itu tak kunjung kabul. Saya pun pasrah dan bersyukur. Toh meskipun kadang suaranya pelan, tapi dia masih bisa bersuara. Daripada tidak sama sekali, bukan?



Mengkiyaskan untuk memberi jawaban

sering kali, ketika saya bertanya tentang sesuatu, Baba dan Ummi tidak menjawabnya. Tapi memberikan kiyas dan dari kiyas tersebut, Baba dan Ummi membiarkan saya menemukan jawabannya sendiri.



***



saya bingung dan tidak faham dengan yang namanya air suci tidak mensucikan. Waktu itu saya masih kelas satu mustawal ibtida'i. Saya menghampiri Baba dan bertanya, “Ba, air suci mensucikan itu yang seperti apa ya Ba?”

“kamu tahu kopi? Teh? Susu?”

“iya.”

“apakah teh, kopi dan susu adalah air yang suci?”

“iya.”

“lalu, apakah itu semua bisa dibuat untuk berwudlu?”

saya pun tersenyum dan menggeleng. Itulah air suci tidak mesucikan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar