Senin, 16 Mei 2011

Laporan Penting: Workshop Singkat bersama Pipiet Senja dan Adzimattinur Siregar di Nurul Anwar, Lamongan

Huft, sebenarnya agak 'berat' buat nulis 'laporan' ini. Mungkin ini penyakit turunan kali ya?



Bunda Pipiet dan teh Zhizhii pasti ingat kalau Baba suka enggan kalau di suruh menulis. Nah, kali ini penyakit itu juga terjadi pada saya hehe..



Tapi, berhubung sudah tersuap motivasi, "tetaplah menulis, baik itu jelek atau tidak, dan selalulah mencoba untuk menghasilkan tulisan meskipun hanya satu lembar dalam seharinya, serta jangan takut dalam menulis," maka saya pun menguatkan hati untuk menulis laporan ini. Ya ya ya.. Dalam menulis memang "butuh pendorong," dan saya terdorong oleh workshop singkat dan dadakan itu. Hihi



Tapi saya bingung *lagi*. Gimana ni saya mulai nulisnya?? Catatan yang saya tulis dari workshop singkat dadakan itu nggak beraturan. Udah tulisannya kecil-kecil, ga jelas, mana pake jelek banget lagi! --"



Jadi, saya tulis apa adanya aja ya laporan saya ini *begitu intinya hehe*



-ooo-



Well.. Disitu, kami *santri Nurul Anwar* dibuat terkagum-kagum oleh bunda Pipiet dan teteh Zhizhii. *baca terus yaa..*



Jadi problem yang menimpa kami para santri adalah: malas menulis *sungguh menyedihkan.. :'(*



Kalau kata teteh Zhizhii: sebenernya kalian sudah punya visi-misi, tinggal mengembangkannya saja.



Tapi kami didahului rasa takut. Sahut sepupu saya, sekaligus pimred Azzahra (Enci' Zahra), Aris M. Lalu bagaimana solusinya?



Bunda Pipiet menjawab:



kalau nulis jangan begini takut, begitu takut, karena kalau takut tidak akan jadi. Tulis saja, tumpahkan saja, asal tidak porno, tidak mengandung SARA dan tidak melenceng. Kalau ada yang nggak enak, jangan langsung delete, edit, tapi jadikan saja dulu.



Nah kalo jawabnya teh Zhizhii?



Oh



Menulis itu mempunyai dua keuntungan. Yang pertama, kalian adalah santri, orang-orang yang memegang kewajiban untuk memberi tahu pada orang yang nggak tahu. Dua, menulis itu akan menjadi barang tinggalan ketika kita mati. Kalau kita mati paling-paling cuma ninggalin tulang-belulang, nah dengan menulis artinya kita menyimpan amal dari tulisan kita itu.



Di tambahkan lagi oleh bunda Pipiet:



Hal sekecil apapun selama tidak buruk maka tulislah. Agar ilmu yang kita miliki tidak cuma di simpan. Dan dengan menulis, artinya kita mengikat ilmu.



I waaaaw...! Gitu toh ternyata. Hmm Hmm.. Ok. Siap laksanakan bunda! Teteh! *Agaknya sekarang semangat menulisnya para santri Nurul Anwar udah mulai tumbuh. Terimakasih siraman motivasinya :))*



Lanjut..



Ni, menurut teh Zhizhii, biasanya orang nulis karena 4 perkara:

1. Uang

2. Nama

3. Pembuktian diri

4. Peduli dan menyebarkan kepedulian



So, sebenernya kita nulis untuk apa?



Kalo saya pribadi, saya mau ikut pada bunda Pipiet aja, yang menulis untuk mencerahkan ummat. Dengan begitu menulis benar-benar menjadi amal. Bukan begitu bunda, teteh? :)



Terus, yang di butuhkan seorang penulis tu apa aja ya?



Jawab teteh Zhizhii:



Seorang penulis tu butuh dunia hayal, empati dan imajinasi. Jadi jangan anggap kalo menghayal nggak ada artinya, cuma buang-buang waktu. Karena dari hayalan itu akan muncul sebuah tulisan. Butuh empati, contohnya ketika kita melihat pemulung, yang mempunyai anak yang sangat banyak, bayangkan jika kita menjadi istrinya?! Lalu itulah awal kita menulis.



Bunda Pipiet menyahut:



Jangan batasi imajinasi, apalagi menghapusnya, bahkan gunakan imajinasi itu sebaik mungkin.



Teteh Zhizhii melanjutkan:



Sebab imajinasi adalah sahabat kita. Dan menulis itu perlu dibiasakan juga, sebab manusia dibentuk dari kebiasaannya.



Uaaah.. Beneran semangat 45 ni buat nulis. Hehehe..



Terus, cukup itu sajakah?



Ternyata tidak. Kata teh Zhizhii:



Pergunakan komunitasmu. Dan yang penting dalam komunitas adalah saingan dan motivator. Karena dengan saingan kita akan termotivasi untuk menulis. Dia aja yang jelek *hehe* bisa, kenapa aku nggak? Plus, perkumpulan itu jangan terhenti. Bibit-bibit itu muncul dari komunitas tersebut.



En kata bunda Pipiet: Seenggaknya kita punya catatan harian. Agar menuangkan imajinasi lebih mudah.



"Saat menulis, musti dengan hati, dengan senang dan terutama dengan enjoy."



Ok. Cuma sekarang gini, gimana jadinya pas kita nulis nggak taunya inspirasi kita terputus di tengah jalan? Tanya kakak saya, MHaC



Hei! Kata bunda Pipiet: insipirasi datang dari segala arah.



Ketika inspirasi itu hilang, artinya kita butuh amunisi. Yaitu dengan membaca buku. Karena justru buku itulah yang memberi warna pada tulisan kita. Kita belajar menyambungnya meskipun kita terputus. Gimana caranya? Tentu aja seperti yang tadi dibilangin, kita belajar dengan kebiasaan kita. Karena kita di bentuk oleh kebiasaan. Gitu jawabnya teh Zhizhii..



Ya ya ya, akhirnya kami ngerti juga tentang menulis. Workshopnya emang singkat sih, tapi ternyata sangat padat. Alhamdulillah, kami memperoleh ilmu yang sangat banyak. Ilmu yang belum pernah kami dapatkan sebelumnya. *secara yang kami pelajari cuma kitab-kitab arab gundul yang nggak ngebahas tentang ilmu kepenulisan. Hehehe*



Mas Hajir, si moderator mau nanya *sebenernya ni pertanyaan pertama, tapi saya tulis di akhir biar urutannya bagusan dikit hehe. Dan perlu di ketahui, urutan-urutan disini tidak murni seperti urutan aslinya. Tapi saya urut-urut sendiri, dari mulai ini, lalu itu, dan kemudian ini lagi. Seperti dukun pijat urut aja :D*



1. Bagaimana cara meningkatkan tulisan dari level aku ke level mereka? Ya'ni dari pengalaman pribadi ke pengalaman orang lain?

2. Bagaimana bisa meraup pengalaman tanpa harus bertualang kemana dalam menulis fiksi? Hingga membuat tulisan kita yang di Prancis *contoh* seperti benar-benar di Prancis padahal kita tidak pernah kesana.



Jawab bunda Pipiet:



1. Tuliskan apa yang kamu ketahui saja dulu. Selanjutnya jika sudah berhasil, kamu harus bisa jadi dalang. Kamu harus bisa menguasai dan memainkan karakter orang tersebut



Kalau dulu saya *bunda Pipiet* membuat cerita tentang pengalaman diri sendiri, tapi disiasati dengan membaca. Membaca banyak hal. Iqro', lah intinya..



2. Selalu menambah referensi sekecil apapun, dan mencari settingnya. Lalu membayangkan bagaimanakah Prancis itu, dengan begitu akan bisa menulis seolah-olah memang dari Prancis.



Tapi kalau saya *bunda Pipiet*, menulis itu tidak perlu teori tertentu..



O.. Jadi gitu caranya. Hmm kapan-kapan buat cerita dari pengalamannya Awy Ameer Qolawun dan settingnya di Makkah ah.. Hehe :DD



Selanjutnya salah satu tim redZa *redaksi Azzahra* tanya lagi: bagaimana caranya agar fokus pada satu tulisan saja?



Bunda Pipiet: Pertama, katakan kamu membuat puisi, maka buatlah saja puisi. Jangan yang lain. Baru pada tahap selanjutnya mencoba selain puisi. Setelah itu pilih mana yang kuat pada kita. Kita tidak harus kuat dalam semuanya. Ya.. Nggak usah serakah lah jadi orang.



Betul betul betul.. Betul sekali bunda! Oh ya, sampai sekarang ini saya lemah banget dalam membuat puisi. Hehe. Tapi saya juga belum tau mana yang kuat pada saya?



Dan sebelum akhirnya bunda Pipiet dan teh Zhizhii pamit pulang, muncul pertanyaan terakhir: apakah menulis harus ada gen?



"Tidak. Tapi hanya perlu di biasakan..."



-ooo-



Huaaah.. Alhamdulillah. Acara workshop singkat dadakan itu selesai. Sebenernya kurang puas. Masih pengen dapet ilmu yang lebih banyak lagi :3



Ohya, ada pertanyaan lagi bunda, teteh, tapi waktunya ga pas. Hehe..



Jadi, teh Zhizhii kan juga bilang, dalam menulis kita butuh kritik. Bahkan sebaik pengkritik adalah yang terdekat dengan kita. Tapi kritiknya yang halus aja. Pertanyaannya, gimana caranya menumbuhkan semangat lagi ketika tulisan kita di kritik tapi kitanya malah down?



Mohon dijawab yaa.. Entah besok-besok ketika kita ketemu lagi atau kapan. Yang penting dapet jawabnya. Hehehe..



Baiklah, saya kira cukup segini saja 'laporan' yang saya tulis. Tapi setelah saya baca-baca lagi.. Ini mah bukan laporan. Jauh banget kali ama sifat-sifatnya laporan yang asli. Ini cuma sekedar tulisan asal seperti tulisan saya biasanya. Yah, terima saja tulisan ini sebagai 'laporan anak muda' hehe *nyambung nggak sih? :D*



Wa'ala kulli haal, "gemakan saja suara kita dalam sebuah tulisan," "dengan tulisan artinya kita mengukir sejarah." dan "tulisan memang menjadi salah satu jalan untuk berdakwah, plus amalan menuju ridho Allah."



Semoga apa yang di sampaikan bunda Pipiet dan teteh Zhizhii serta tulisan-tulisan kita bisa bermanfaat. Bagi kita sendiri dan bagi orang lain. Amiin..



Terimakasih bunda, terimakasih teteh, atas waktu yang diberikan dan ilmu yang disalurkan pada kami. Kami harap suatu saat nanti kami mendapat ilmu lagi dari bunda dan teteh. Syukron jazilan, wa jazakumullah ahsanal jaza'...



Mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam ungkap kata. Salam :))



p.s: setiap kata yang saya beri tanda petik merupakan copas dari ucapan bunda Pipiet Senja dan Adzimattinur Siregar :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar