Kamis, 09 Juni 2011

Ma Zilta Tholiban

Kata mutiara Prof. DR. Assayyid Abuya Muhammad bin Alawy Almaliky Alhasany yang saya sukai -salah satunya- yaitu "ma zilta tholiban, sampai kapanpun kau adalah santri/murid."



Saya tidak tahu apa alasan saya hingga sampai begitu sukanya pada kalimat itu



Yang jelas saya sangat menyukainya seperti halnya saya sangat mencintai pemiliknya, sang guru besar Prof. Dr. Assayyid Abuya Muhammad bin Alawy Almaliky Alhasany -semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmatNya pada beliau..-



***



Suatu hari kakak saya bertanya siapa santri putri yang menjadi bintang pelajar.



Karena santri putri itu saya sendiri tentu saja saya jawab: saya.



Selidik punya selidik ternyata dia sedang menggarap majalah pondok (Fb: Aden Diya'). Dia akan wawancara pada santri putri yang menjadi bintang pelajar.



Hanya 3 pertanyaan:

1. Bagaimana rasanya menjadi pelajar terbaik?

2. Apa harapan untuk anda dan untuk teman dalam ta'lim muta'allim?

3. Apa yang bisa anda berikan untuk ilmu setelah anda menjadi pelajar terbaik?



Seketika itu saya bingung. Apa yang harus saya jawab? Saya tidak pernah berpikir sampai kesitu. Saya diberi kesanggupan menjadi bintang pelajar adalah suatu keni'matan dan murni anugerah dariNya, saya hanya berusaha untuk selalu bersyukur dan mempertahankannya. Hanya itu, tidak lebih



Karena kebingungan saya itu saya pun menjawab apa adanya. Asal keluar jawaban beres, begitu pikir saya. Hehe. Tapi memang saya tidak menemukan jawaban selainnya:



1. Biasa

2. Jadi lebih baik

3. Tidak tahu



Tidak di sangka kakak saya marah-marah dengan jawaban saya itu. Dia mengira bahwa saya tidak serius, padahal jawaban itu keluar dari lubuk hati yang paling dalam hehe



Saya protes juga pada dia. Ya mau bagaimana lagi? Saya sudah biasa menjadi bintang pelajar jadi rasanya biasa-biasa saja. Saya juga tidak punya harapan lagi selain menjadi lebih baik karena memang itu harapan semua orang. Dan yang terakhir, saya benar-benar tidak pernah memikirkannya sama sekali. Saya tidak pernah berpikir apa yang bisa saya berikan untuk ilmu?



Kakak saya yang masih kesal-kesal geli (karena dia pikir saya ini adik yang aneh dan lugu) pun menyuruh saya bertanya pada Baba untuk jawaban nomor 3.



Saya mau saja, yah sekalian biar saya tahu apa jawabannya.



Sekoyong-koyong saya menghampiri Baba dan menanyakannya. Baba tersenyum lalu menjawab: "katakan, saya masih dalam tempo pengisian, belum waktunya mengisi. Jadi konstrasi saya pada perkembangan diri sendiri.."



Oh oh, Saya merasa sangat bahagia sekali! Saat itu juga saya teringat pada kata mutiara Abuya: ma zilta tholiban!



Sungguh, jawaban Baba mengarah pada kata mutiara Abuya. Saya masih dalam tempo pengisian ilmu, belum waktunya mengisi ilmu kepada yang lain. Maka konsentrasi saya hanya pada perkembangan diri saya sendiri. Karena itu sampai kapanpun saya adalah santri, saya adalah murid. Ya! Saya adalah santri dan murid yang selalu menunggu untuk mendapat siraman-siraman cahaya ilmu..



Dengan begitu, meskipun saya sudah sedikit-sedikit membantu masuk kelas lain tapi bukan berarti saya sudah memberikan sesuatu pada ilmu. Saya tetaplah santri dan murid. Karena itu tidak layak jika saya harus mengatakan bahwa saya adalah guru. Tidak, karena mengajar bukan untuk disombongkan atau dibanggakan. Mengajar adalah untuk belajar. Saya tidak pernah mengajar, tapi saya hanya mengajak mereka belajar bersama. Karena kami masih sama-sama dalam tempo pengisian. Dan sampai kapanpun kami adalah santri, sampai kapanpun kami adalah seorang murid..



Wabillahittaufiq :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar