Sabtu, 07 Agustus 2010

Ummi, Ya Nab'u Hanan

ah.. nggak tau kenapa tiba-tiba pengen buat tulisan tentang Ummi. mungkin karena semakin hari saya lihat wajah beliau semakin bertambah pula cinta saya kepadanya.
Ummi, bukan penjahit. tapi baju-baju saya adalah kain yang beliau sulam dengan kasih sayangnya, menjadi sebuah kehangatan yang tak terkira lagi. Ummi juga bukan koki. tapi jika saya meminta suatu macam masakan, Ummi pasti akan membuatkannya dan membuat saya puas dengan cita rasa yang khas, dengan bumbu cinta dan perhatiannya. Ummi bukan pula dokter! namun disetiap saya sakit, baik lahir maupun batin, Ummi pasti akan mengobatinya dengan kelembutan. ah Ummi.. entah bagaimana ungkapan kata yang pantas untuk ku ucapkan sebagai tanda cintaku padamu…
***
saya akui, kesehatan saya memang agak buruk. dari mag yang belum sembuh, mata yang masih saja minus, tensi darah yang hanya 90-100, hingga alergi yang susah sembuh
suatu hari, Ummi menyuruh saya untuk meminum vitamin penambah darah, setiap pagi setelah sarapan. ya, tentunya karena tensi darah saya hanya 90-100 saja. yang mengakibatkan saya pusing-pusing. saya hanya mengiyakan perintah beliau saja. dengan senyum kecil dan… saya enggan
esok hari, setelah sarapan saya lupa untuk meminumnya. mungkin karena sebelumnya sudah didahuli rasa enggan itu. saya langsung saja naik ke lantai atas untuk ta’lim bersama teman-teman. baru saja saya duduk dan akan meletakkan buku-buku saya, tiba-tiba saya mendapat panggilan. “Aub, ditimbali Ummi.” kata salah satu teman saya. langsung saja saya beranjak dan bergegas turun ke lantai bawah lagi. sampai ditempat makan, Ummi tengah menuangkan air untuk Baba. “ada apa Ummi?” saya beranya singkat. tanpa memprediksi apa yang akan Ummi katakan pada saya.
“kamu belum minum vitaminnya? ini minum dulu.” jawab Ummi sambil memberikan saya vitamin itu. saya hanya diam, dengan perasaan bersalah saya. wajah Ummi tampak kecewa karena saya belum meminumnya. saya hanya berani untuk tersenyum tipis. saya terima vitamin itu, dan dengan tangan beliau sendiri, beliau mengambilkan saya air. dan menunggui saya sampai vitamin itu benar-benar masuk kedalam perut saya. Ummi tersenyum, dan menyuruh saya untuk kembali. saya hanya menurut tanpa mengucapkan sepatah kata. namun mata saya terasa perih. pandangan saya kabur. dan saya rasakan, pipi saya mulai basah oleh butiran air mata. ah… Ummi selalu menyayangi dan memperhatikan saya. tapi mengapa saya tidak menyayangi dan memperhatikan diri saya sendiri? sungguh, saya menangis Karena perhatian beliau itu… saya menangis untuk yang kesekian kalinya.
lalu dalam suatu sore, ketika Ummi berangkat mengambil air wudhu ashar, saya merasakan perut saya ini lapar. saya ingin makan. tapi saya sadar, sebentar lagi akan berjamaah ashar. namun untuk mengganjalnya, saya mengambil roti. ketika tinggal setengah, Ummi selesai berwudhu. Ummi diam melihat saya memakan roti itu. saya tersenyum kecut dan meletakkan kembali roti itu. “mau kemana?” Tanya Ummi. “wudhu Ummi.” jawab saya. Ummi menggeleng, “habiskan Nak. biarkan kita sholat dibawah berdua saja. habiskan dulu rotimu, jangan sampai perutmu sakit lagi.” perintah Ummi. lantas Ummi keluar dari kamar, lalu sayup-sayup saya mendengar Ummi menyuruh mbak-mbak santri untuk berjamah sendiri, tanpa Ummi yang mengimaminya. saya tertegun. tertegun lama. Ummi kembali dengan senyuman lembutnya. “ayo dihabiskan, lalu kita sholat berdua..” saya mengangguk, menghabiskannya dengan air mata yang menggenang. lalu ketika mengambil air wudhu, air wudhu itupun tercampur. lagi-lagi saya harus menangis atas perhatian Ummi yang teramat sangat besar. Ummi.. rela sholat berjamaah berdua saja dengan saya, hanya untuk saya menghabiskan roti itu, dan agar saya tidak sakit lagi. ah Ummi… aku mencintaimu..
tidak lupa pula saya, saat Ummi berkata “selama 10 hari ini kamu dilarang memakai komputer dan laptop, Lubna. kalau mengaji tidak usah bawa kitabnya, cukup dengarkan saja Ummi, Baba dan guru-guru kamu. lalu kalau malam tidak usah baca min khuquqissyaikh. perbanyaklah saja bacaan istighfar dan sholawat kamu.” saya bertanya tak mengerti. “loh… mengapa Ummi?” Ummi mendesah. “Lubna, kacamata kamu belum diganti. jangan paksakan diri kamu terus menerus. tunggulah sampai Baba mengajakmu periksa..”
dan malam itu, ketika saya menangis merasakan sakitnya jari kelingking saya mengeluarkan nanah karena alergi, Ummi menyentuh pundak saya, “Lubna,, bangun, Lubna…” panggil Ummi. saya pun terbangun dengan menangis, layaknya balita yang terbangun karena mimpinya. Ummi meminumkan air putih pada saya yang belum juga terbangun dengan kesadaran yang sempurna, lalu memasukkan obat pereda nyeri. dan menyuap saya sepucuk pisang. member saya minum lagi dan berkata, “tidurlah anakku..” air mata saya semakin deras mengalir. sudah, bukan karena sakitnya jari kelingking saya. tapi karena perhatian itu. lagi-lagi karena perhatian Ummi. dimalam yang sunyi, saat semua tertidur, Ummi,.. dengan kasih sayangnya memberikan saya obat untuk menenangkan tangisan saya yang cengeng dan tidak dewasa. tanpa peduli pada beliau sendiri yang baru saja tertidur…
Ummi.. entah bagaimana keadaan saya ini, Ummi selalu dan tak henti-hentinya menyayangi saya. tapi saya? untuk membuat Ummi bahagia saja saya belum bisa. bahkan saya hanya bisa mengecewakan Ummi, membuat marah Ummi. Ummi… maafkan saya Ummi. maafkan saya… saya benar-benar minta maaf atas kesalahan-kesalahan saya, atas semua perbuatan saya yang membuat Ummi kecewa dan marah…
saya berjanji Ummi, saya akan selalu berusaha, saya akan selalu berusaha untuk membuatkan senyum dibibir Ummi, membuatkan bahagia dihati Ummi.
terimakasih Ummi, atas semua perhatian Ummi, atas cinta Ummi kepada saya. semoga Allah selalu membalas Ummi dengan sebaik-baiknya balasan yang Ia balaskan kepada hamba-hambaNya yang sholih. jazaakumulloh ahsanal jaza’. aku mencintaimu
((31 July 2010, dengan berderai air mata aku merangkainya, untuk Ummi. ibu yang selalu ada dalam setiap detikku, dalam setiap desahan nafasku… akrimni biridhoha, ya Robb

Tidak ada komentar:

Posting Komentar