Rabu, 16 Februari 2011

Curhat

Saya pernah ditanya oleh teman saya. "Aub kalo curhat sama siapa?"
Saya tersenyum saja dengan pertanyaan itu. Lalu saya jawab "dengan Baba Ummi."

Dia tanya lagi, "kenapa?" saya jawab lagi, "karena Baba Ummi bukan sekedar orang tua. Tapi juga guru, dan sahabatku."

Dia melanjutkan pertanyaannya, "tidak ingin curhat pada orang lain?" saya menggeleng. "yang aku butuhkan adalah solusi dan saran dengan dasar ilmu agama. Dan aku tau, orang yang bisa memberi solusi dan saran dengan dasar ilmu agama adalah orang yang alim. Sedangkan di dekatku ada orang alim, yaitu Baba dan Ummi. Jadi aku tak perlu jauh-jauh mencari orang alim itu lagi, karena dia sudah ada didepan mataku."

Dia masih melanjutkan pertanyaannya, "kenapa mencari solusi dan saran dengan dasar agama?" Dan saya masih menjawabnya, "karena solusi dan saran dengan dasar agama jauh lebih menenangkan."

Ternyata dia tetep melanjutkan pertanyaannya, "nggak ingin curhat sama psikolog?" saya menggeleng, "Baba dan Ummi sudah merangkup jadi psikolog. Jadi Baba Ummi adalah orang tua, guru, sahabat sekaligus psikologku."

Masih bertanya lagi, "tidak takut Ustadz dan Ummi kepikiran dengan masalahmu Ub?" lagi-lagi saya menggeleng. "Baba Ummi selalu melarangku untuk memikirkan sesuatu. Kata Baba Ummi, kamu punya Allah yang mengurus segala sesuatumu, lalu apa yang membuatmu memikirkan masalah itu sedangkan Allah sudah mengatur semuanya? Jadi Baba dan Ummi tidak akan kepikiran dengan masalahku, dan aku tak perlu takut akan hal itu."

Dia mengangguk-angguk. "lalu bagaimana sikap Ustadz dan Ummi saat kamu curhat tentang masalahmu itu?"

Saya tersenyum. "kalau aku dalam posisi yang benar, Baba Ummi akan mendukung, memberi semangat, solusi dan saran. Tapi kalau aku dalam posisi salah, Baba Ummi akan menegurku, memperingatkanku untuk menyudahi kesalahan itu dan bahkan akan memarahiku."

"setelah itu, bagaimana tanggapanmu saat kamu dalam posisi bersalah?"

"ya.. Berusaha tidak mengulanginya lagi. Aku ingin bangkit dan aku nggak mau terpuruk dalam kesalahan."

"apa tidak susah Ub?"

"sangat susah. Aku kadang ngeluh soal hal itu pada Baba Ummi. Tapi Baba dan Ummi memberiku semangat lagi: hal yang sulit tak akan jadi mudah kalau kamu tidak mau berusaha. Sebaliknya jika kamu berusaha maka hal sesulit apapun akan menjadi mudah. Semuanya dimulai sedikit demi sedikit, tidak langsung banyak. Karena itu tidak boleh putus asa."

Teman saya itu tersenyum. Saya pun juga demikian. Lalu dia berkata, "Aub tinggal bersyukur mempunyai orang tua yang merangkap jadi segala." dan saya pun mengiyakan ucapannya itu.

Saya kira pertanyaannya selesai, tapi ternyata tidak. "Aub bangga banget ya sama Ustadz dan Ummi?"

Saya terkekeh, pertanyaan lucu. "anak mana yang tidak bangga pada orang tuanya? Setiap anak pasti menganggap bahwa orang tuanya itu hebat. Dia pasti bangga pada orang tuanya, meskipun kadang-kadang seorang anak tidak menyadari kehebatan orang tuanya dan kebanggannya pada mereka berdua."

berlanjut, "cinta banget ya Ub?" saya nyengir. "kamu aneh ya, cinta pada orang tua itu wajib, bagaimanapun keadaan orang tua itu."

Dia ikut-ikutan nyengir. "iya ya Ub.."

Saya memberinya senyum. Ia pun membalas senyum itu dengan senyum manisnya, dengan wajah yang berseri-seri. Ya.. Orang tua adalah segalanya bagi kita, teman. Bila kita berbakti pada orang tua, niscaya anak-anak kita kelak akan berbakti pada kita. Insya Allah...

Wabillahittaufiq :)

***

"Ub, Ub, tapi pernah curhat ke orang lain nggak?"

Haaaahh... "pernah, tapi jarang. Jarang banget. Oke wawancara usai!" dan saya pun berlari pergi meninggalkannya, sebelum ia meneruskan pertanyaan-pertanyaan bersambungnya lagi. Hehe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar