Selasa, 07 September 2010

Bagian Kedua :)

Anggapan yang pertama kali muncul adalah dari aturan pertama saya yaitu tidak boleh sekolah.



Baiklah, saya memang tidak sekolah. tapi tolong, jangan anggap saya sebagai orang yang tidak bisa membaca ataupun menulis. tolong jangan anggap seperti itu. saya memang bodoh, iya saya akui itu. tapi tidak perlulah orang-orang beranggapan bahwa saya tidak bisa membaca dan menulis hanya karena saya nggak boleh sekolah



Saya ingat, ketika saya disapa tetangga saya. ketika itu dia membawa wafer TOP. dia sodorkan kepada saya, apa bacanya ini? waktu itu saya masih kecil, dan mungkin bila sekolah saya baru kelas 2 SD atau 3 SD. karena ditanya, tentu saja saya menjawab dan membacanya Top. lalu dia kembali bertanya, kalau dibalik bacanya apa? saya jawab juga, Pot. saat itu juga tetangga saya terlihat sangat kaget. bagaimana bisa? kamu kan tidak sekolah? siapa yang mengajari kamu? tanyanya. sungguh, kala itu juga saya menjadi panas. saya sangat ingin marah karena dia berkata seperti itu. lalu saya hanya menjawabnya pelan dan singkat: saya punya Ibu.



Saya juga ingat, ketika saya mendapat teman SMS baru. saat itu usia saya 15 tahun. kala dia menelpon saya, dia bertanya, saya kelas berapa? tentu saja saya terang-terangan kalau saya tidak sekolah. tiba-tiba saja dia berkata dengan nada yang juga kaget: kalau begitu kamu nggak bisa matematika dong? kok kamu bisa baca? kok kamu bisa nulis? kok kamu bisa main hape? dan jawaban saya kembali singkat: saya punya Ibu.



###



Sebenarnya saya tak habis pikir kenapa mereka bisa beranggapan kalau saya tidak sekolah maka saya adalah bisa membaca dan menulis.



Mengapa mereka tidak berpikir kalau saya punya Ayah dan Ibu?



Memang Ayah dan Ibu saya tidak mengizinkan saya sekolah. tapi Ayah dan Ibu saya juga tidak pernah mengizinkan saya untuk menjadi seorang yang bodoh yang tidak bisa membaca dan menulis. saya punya Ayah dan saya punya Ibu yang selalu ada untuk saya, yang selalu mendidik dan mengajari saya.



Ummi dengan sabar mengajari saya tulis menulis, mengajari saya baca membaca. bahkan Ummi memberi kitab-kitab pelajaran sekolah pada umumnya. Ummi memberi saya kitab matematika, kitab bahasa Indonesia, kitab penjaskes, dan semua kitab-kitab yang teman-teman saya miliki. Ummi mengajarkan sendiri isi kitab-kitab itu.



Saya tahu, Ummi memang hanya lulusan PGA. tapi Ummi saya pintar, Ummi saya cerdas. dan semua itu berawal dari kesenangan Ummi akan membaca. jadi saya benar-benar tak mengerti, apakah seorang yang hanya lulus PGA tidak akan mampu mengajari anaknya membaca dan menulis? apakah hanya sarjana yang mampu mengajarkan hal itu pada anaknya? saya pikir tidak. karena Ummi saya adalah buktinya dan telah membuktikannya



Saya sangat heran jika mereka berkata dan beranggapan saya tidak bisa membaca dan menulis karena saya tidak sekolah. mereka berkata demikian seolah-olah saya ini tidak punya Ibu. padahal Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. dan saya telah bersekolah dimadrasah itu. mengapa beranggapan demikian? sungguh saya sangat heran sekali



Lalu Baba juga tidak membiarkan saya hanya sampai pada tahap membaca dan menulis saja. Baba memberi computer untuk saya, Baba memberi hand phone untuk saya. dan untuk apakah itu? tentu saja agar saya tidak menjadi anak yang bodoh dengan ketidak ada pendidikan sekolah bagi saya. meskipun saya tidak sekolah seperti teman-teman saya bukan berarti lantas saya tidak mengerti apa-apa tentang computer dan hand phone, kan? Baba memberi saya waktu dan kesempatan untuk mempelajarinya.



Ya.. saya akui, ilmu saya tentang computer dan hand phone sangatlah minim. saya tidak bisa banyak tentang computer, saya bingung dengan yang namanya hand phone. tapi setidaknya saya bisa. sedikit-sedikit saya bisa, dan itu sudah sangat membuat saya bersyukur. saya tidak sekolah tapi saya masih bisa menggunakan computer atau hand phone. itu adalah sebuah pemberian yang sangat besar.



Lalu mereka kembali bertanya: kamu tidak sekolah tapi bisa pakai computer dan hand phone? bagaimana caranya?



Loh, saya ini kan punya banyak saudara laki-laki. abang saya saja tiga, saya juga punya adik. mereka bersekolah, meskipun hanya sampai bangku SMP. tapi mereka bisa. dan saya mempunyai mereka yang bisa mengajari saya. saya memiliki mereka sebagai guru-guru computer saya. jadi seharusnya mereka tidak usah heran-heran seperti itu. orang bisa bermain computer atau hand phone bukan hanya dari sekolah. tapi orang bisa melakukan itu dari orang-orang disekitarnya dan dimana lingkungan ia dibesarkan. begitulah menurut saya. hanya sebatas menurut saya



Dan lagi, mana ada orang tua yang membiarkan anaknya bodoh? saya yakin, orang tua teman-teman saya menyekolahkan mereka karena orang tua mereka ingin anak-anaknya pintar. bukan begitu? dan begitu pula Ayah dan Ibu saya sebagai orang tua. Baba dan Ummi tidak membiarkan saya dalam kebodohan meskipun saya tidak bersekolah.



Karena itu dengan kasih sayang dan cintanya, Baba dan Ummi mengajari dan mendidik saya sendiri.



Pertanyaan masih berlanjut: memang kenapa tidak boleh sekolah? kita kan juga butuh hidup dengan ilmu-ilmu seperti itu, tidak hanya ilmu agama



Orang tua tahu akan hal itu, teman. maka dari itu Ayah dan Ibu saya tetap mengisi saya dengan ilmu-ilmu umum. bahkan sampai sekarang, meskipun hanya lewat majalah anak-anak: Bobo, Mentari, dan Aku Anak Saleh. Ayah dan Ibu saya tidak peduli pada usia saya dan hanya mengisi saya dengan majalah anak-anak, yang penting majalah itu membawa banyak ilmu pengetahuan yang bisa membantu saya. tapi, ilmu yang terpenting adalah ilmu agama. Ayah dan Ibu saya tidak menginginkan saya jadi pedagang, dokter, guru dan lain sebagainya kok. Ayah dan Ibu saya menginginkan saya agar menjadi seorang yang alim agama. Ayah dan Ibu saya hanya menginginkan saya sebagai orang yang menyebarkan agamaNya, hanya itu. dan bukankah seorang yang menyebarkan agama yang diperlukan banyak ilmunya adalah ilmu agama, bukan ilmu umum..?



Ayah saya pernah berkata kepada saya: Baba mendidikmu seperti kurikulum alqur’an, didikan pertama adalah mengajarkanmu membaca alqur’an, lalu mengajarimu akhlaq, setelah itu mengisimu dengan ilmu agama, baru setelahnya memberimu hikmah, yaitu ilmu umum. jadi ilmu umum bukanlah ilmu yang sangatlah penting bagimu, kamu tidak perlu sekolah sampai jenjang atas, karena ilmu umum hanyalah urutan terakhir dari kurikulum alqur’an. dan Rasulullah telah bersabda: ambillah hikmah dari manapun ia keluar. maka cukuplah bagimu mengambilnya dari majalah-majalah anak-anak.”

(QS. Ali Imron: 164)



Nah, kalau alasan mengapa saya tidak boleh sekolah, yaitu karena Ayah dan Ibu saya tidak ingin saya hidup bercampur dengan laki-laki. memang hanya dikelas saja –bila saya sekolah-. tapi lingkungan adalah mempengaruhi. dan bukankah didikan kedua adalah akhlaq? “baiklah bila Lubabah bisa menjaga dirinya, bila tidak? kami adalah orang tua yang harus bertanggung jawab penuh kepada dia kelak di akhirat nanti.”



Jadi begitulah mengapa saya tidak sekolah dan saya bisa membaca serta menulis juga main hape. hehehe… wabillahittaufiq

Tidak ada komentar:

Posting Komentar