Minggu, 07 November 2010

Bagian Kesembilan :)

Selalu memberi pesan-pesan penting dan mengingatkan untuk bekal kehidupan.

Diantara pesan-pesan yang pernah Baba dan Ummi berikan dan peringatan yang beliau berdua berikan kepada saya adalah: tawakkal, ridho kepada keputusan Allah, akhlaq, menerima dan tegar.



***

saya yang sedang panas berlari menuju Ummi. Lalu dengan bersungut-sungut saya mengadu. “anak ini begini! Nggak tau sopan santun.” Ummi menghela nafas. “nak, begitulah manusia. Setiap manusia mempunyai jatah akhlaq tersendiri. Jika dia berlaku seperti itu, maka artinya hanya sampai situlah bagian akhlaq yang ia peroleh. Kamu tidak boleh mengecam, tapi kamu harus bersyukur karena bagian akhlaqmu tidak hanya sampai disitu. Dan kamu harus tahu, kalau akhlaq yang itu adalah yang tidak patut untuk dilakukan. Dan dari sini kamu harus berusaha untuk tidak melakukan sejenisnya.”

“tapi Ummi,”

“nak, kamu tidak perlu memikirkan orang lain. Lebih baik pikirkan dirimu sendiri. Dan yang penting adalah, kamu sudah mengingatkannya. Ingat nak, orang itu mempunyai kepala sendiri-sendiri. Karenanya orang itu berbeda. Dan dari perbedaan itu, kamu harus bisa mengambil suri tauladan dan menjadikannya cermin kehidupanmu.”



“Jika kamu memarahinya, maka aku yang akan mendinginkannya.”

Baba dan Ummi mempunyai cara tersendiri untuk membesarkan hati anak-anaknya. Jika Baba memarahi kami, maka Ummi yang akan membuat kami dingin. Dan begitu juga sebaliknya.



***



“apa saja kamu? Dipanggil berkali-kali tidak segera datang!” marah Baba kepada saya. Saya hanya bisa menunduk takut, dan Baba menyuruh saya untuk meninggalkan beliau sendiri.



Saya mengadu pada Ummi tentang kemarahan Baba itu. Lalu Ummi menasihati saya :



“begitulah Babamu nak. Babamu tidak marah, tapi menguji kamu sampai dimana kamu menurutinya. Babamu tidak marah, tapi mendidik. Kamu tidak usah mengambil hati atas kemarahan Babamu, karena sesungguhnya Babamu tidak pernah marah. Itu hanya luarnya nak. Tapi dalam hati Baba, sekalipun Baba tidak pernah memarahimu dan saudara-saudara kamu. Mengerti dan fahamilah akan hal itu.”



memperhatikan sopan santun saat bertamu

dalam mendidik, Baba dan Ummi tidak pernah lupa akan sopan santun ketika mengajak saya bertamu. Baik Baba maupun Ummi tidak membiarkan begitu saja jika saya langsung mengambil jajan yang disuguhkan. Tapi Baba dan Ummi mengambilkannya dan berkata : “itu tidak baik, nak.” Didikan ini berpengaruh sampai besar. Saya menjadi jarang sekali mengambil suguhan yang disungguhkan. Bahkan kadang kala saya minta Baba atau Ummi yang mengambilkannya untuk saya, seperti saat saya masih kecil. Bukan apa-apa, tapi saya hanya tidak mau, jika saat saya mengambil suguhan itu, tiba-tiba muncul adab yang kurang sopan. Dan yang ada malah memalukan Baba dan Ummi.



Tak mendahulukan cinta

Bukannya Baba dan Ummi melarang saya untuk mencintai seseorang, tapi Baba dan Ummi hanya berkata: “waktumu adalah untuk alqur’an dan belajar.” Singkat. Tapi mengandung ma’na yang sangat besar. Memang jika seandainya saya menyukai seseorang, pastinya semua waktu saya akan tersita dan terganggu. Dan baik Baba maupun Ummi, tidak ingin itu terjadi kepada saya. Karena Baba dan Ummi menyayangi saya.



###



begitulah, Baba dan Ummi yang mendidik saya. Baba dan Ummi yang selalu mencintai dan memperhatikan saya. Baba dan Ummi yang sempurna untuk saya. Kemudian dari didikan-didikan itu, saya mempunyai sebuah cita-cita yang tinggi: esok nanti jika saya telah menjadi orang tua, maka saya ingin menjadi orang tua seperti Baba dan Ummi. Yang selalu dicintai dan mencintai anak-anaknya. Yang berhasil dalam mendidik mereka, dengan lembut dan penuh cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar